Ekonomi Penyakit Mulut dan Kuku
Rabu, 18 Mei 2022
Saat wabah penyakit mulut dan kuku atau PMK berjangkit hebat di Inggris pada 2001, gambar dimana sekitar 6 juta bangkai ternak dilempar ke dalam lubang, mendapatkan perhatian besar dunia.
Peristiwa ini membawa kita lebih dekat dengan kenyataan bahwa bukan tak mungkin kita juga berurusan dengan penyakit ternak sangat menular ini.
Munculnya kembali penyakit mulut dan kuku (PMK) yang terdeteksi di empat kabupaten (Gresik, Lumajang, Mojokerto, Sidoarjo) April 2022 menjawab kenyataan ini. Indonesia sudah 36 tahun menikmati status bebas PMK yang ditetapkan melalui resolusi tahunan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE). Reintroduksi kembali PMK dari luar negeri setiap saat bisa terjadi karena ancaman risiko perdagangan global ternak dan produk ternak, terutama dari negara-negara tertular PMK.
Saat ini PMK masih aktif berjangkit di lebih dari 100 negara. Hanya 66 negara, termasuk Indonesia, berstatus bebas PMK. Bahkan ada negara yang tak pernah berhasil bebas dari PMK.
PMK adalah penyakit paling penting pada ternak karena dampak langsungnya terhadap produktivitas dan konsekuensi ekonomi yang sangat besar terhadap perdagangan ternak dan produk ternak. Dampak terutama sangat parah di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, di mana ternak merupakan komponen mendasar dari ekonomi berbasis pertanian dan struktur sosial masyarakat.
Setiap hewan berkuku belah bisa tertular PMK, termasuk domba, kambing, babi, dan sapi. Rusa kecil, rusa besar, babi liar, dan satwa liar berkuku belah lain juga rentan.
Sapi mengalami dampak paling serius dan sangat terlihat. Sering kali sapi menjadi spesies pertama yang menunjukkan tanda-tanda klinis penyakit. Apabila sapi dan domba bercampur, sapi menunjukkan gejala klinis, sedangkan domba tidak. Sapi bisa membawa virus hingga enam bulan, dan beberapa tetap terinfeksi hingga 3,5 tahun. Domba membawa virus hingga 12 bulan.
PMK menyebar melalui beberapa cara: kontak langsung ternak terinfeksi dengan yang rentan, kontak tak langsung karena orang, barang, atau kendaraan yang bergerak dari satu peternakan ke peternakan lain, dan juga penyebaran lewat udara (airborne), terutama karena babi terinfeksi bisa menembuskan sejumlah besar virus lewat napasnya. Hewan di peternakan lain di bawah tiupan angin bisa terinfeksi lewat rute ini.
Meski tingkat kematian PMK rendah, dampak globalnya sangat besar karena lebih dari 50 juta hewan ternak terinfeksi setiap tahun. Knight-Jones dan Rushton (2013) mengestimasi dampak PMK akibat kehilangan produksi dan vaksinasi di wilayah-wilayah endemi berkisar Rp 94,3 triliun-Rp 305 triliun per tahun. Sementara wabah di negara atau zona bebas PMK menyebabkan kerugian lebih dari Rp 21,8 triliun. Meski masalah serius bagi ternak, penyakit ini tak dianggap sebagai masalah kesehatan manusia atau keamanan pangan.
Pertimbangan Ekonomi
Jika wabah PMK terjadi di AS, Kanada, Inggris, dan negara-negara Eropa Barat, otoritas di sana akan berupaya keras menghentikan penularan virus dengan pemusnahan (stamping out). Bukan hanya semua ternak sakit, melainkan juga semua ternak rentan dalam radius sekitar lokasi tertular. Karantina dan pemusnahan ternak terus berlanjut di seluruh wilayah yang terkena dampak sampai wabah dinyatakan berakhir.
Rasional dari kebijakan didasarkan atas kalkulasi ekonomi di mana pemusnahan merupakan cara tercepat dan lebih ekonomis dalam menghilangkan PMK. OIE mengizinkan negara yang menempuh cara ini dipulihkan status bebasnya dalam tiga bulan setelah dilakukan pemusnahan ternak terakhir.
Jadi, negara yang memiliki dana besar, yang mampu memberikan kompensasi ganti rugi bagi ternak yang dimusnahkan, bisa melanjutkan kembali secara cepat ekspor ternak dan produk dagingnya. Di Indonesia, yang praktik budidayanya didominasi peternakan rakyat, pemusnahan sangat sulit dilakukan.
Namun, pendekatan ini juga memiliki sejumlah kelemahan. Selain dampak ekonomi dan lingkungan yang merugikan dari pemusnahan skala besar, cara ini sangat traumatis bagi pekerja peternakan dan masyarakat secara umum.
Di masyarakat yang bergantung pada ternak secara tradisional, PMK mengancam produktivitas, ketahanan pangan dan pendapatan masyarakat perdesaan, mengurangi peluang pasar lokal.
Di tingkat internasional, PMK penghalang utama bagi perdagangan karena mencegah ekspor ternak dan produknya ke pasar yang lebih menguntungkan yang umumnya di negara maju bebas PMK.
Kebijakan pemerintah harus ditujukan untuk mendeteksi, mengendalikan, dan menghentikan wabah secepat mungkin, dengan tujuan akhir eradikasi. Pemerintah perlu membentuk satuan tugas dari pusat ke daerah dengan rencana aksi dan rantai komando yang jelas, termasuk langkah-langkah untuk memfasilitasi keberlangsungan bisnis ternak dan produknya.
Pemerintah harus menyiapkan rencana aksi pasokan pangan yang aman dengan memandu kelangsungan bisnis bagi lokasi-lokasi yang tak terkena dampak.
Bagian dari rencana aksi termasuk bagaimana jajaran pemda menghentikan pergerakan ternak di seluruh wilayah tertular, sampai keadaan terkendali. Penghentian pergerakan ternak bisa saja kita bandingkan dengan penghentian pergerakan manusia pada masa awal pandemi Covid-19. Tantangan yang sangat sulit, bahkan untuk ternak hampir tak mungkin dicapai.
Pergerakan ternak dan produknya hanya bisa dilakukan dengan izin. Izin dikeluarkan berdasarkan risiko, di mana ternak hidup berisiko lebih tinggi. Pemerintah harus menyiapkan rencana aksi pasokan pangan yang aman dengan memandu kelangsungan bisnis bagi lokasi-lokasi yang tak terkena dampak. Rencana untuk memastikan keberlangsungan bisnis ternak akan meminimalkan efek negatif yang tak diinginkan dan ini bagian dari respons penyakit.
Pilihan Vaksinasi
Vaksin berperan penting dalam mengendalikan PMK. Apakah kita akan berhasil menghentikan wabah sangat bergantung kecepatan dan ketepatan vaksinasi. Indonesia sama dengan Australia dan negara-negara Asia Tenggara karena memilih menerapkan kebijakan vaksinasi untuk mengatasi hal itu.
Saat ini ada tujuh serotipe virus PMK yang aktif di dunia. Vaksin tak bersifat proteksi silang sehingga vaksin harus spesifik untuk serotipe penyebab wabah. Setiap serotipe terdiri atas banyak subtipe. Dengan sekitar 65 subtipe virus, penetapan vaksin mana yang tepat tentu menjadi tantangan.
Vaksin PMK adalah vaksin yang paling banyak digunakan di seluruh dunia, tetapi tak tersedia di Indonesia. Pemerintah perlu mengambil lebih banyak sampel, isolasi virus, identifikasi serotipe dan subtipe, dan kemudian menyeleksi vaksin yang tepat. Pemerintah memutuskan vaksin apa, bagaimana pemasukannya ke Indonesia, dan aplikasinya untuk penggunaan strategis di lapangan.
Penghentian pergerakan ternak dan biosekuriti secara ketat dan disiplin esensial dilakukan saat wabah berlangsung karena perlu waktu untuk mendapatkan vaksin yang dibutuhkan. Pemerintah harus bisa mengatasi tantangan ini melalui kebijakan penanggulangan wabah yang dirancang dan didanai secara memadai, sekaligus sebagai latihan sangat mahal bagi Indonesia.
Indonesia akan kehilangan status bebas dari OIE. Sangat mungkin negara-negara mitra dagang akan meninjau kembali kebijakan perdagangan hewan dan produk hewannya dengan Indonesia.
Meski negara kita importir neto ternak dan produk ternak, upaya untuk membangun kembali perdagangan, terutama untuk mengamankan pasokan industri pangan, harus tetap menjadi prioritas tertinggi dalam upaya respons penyakit.
Sumber: Kompas