Atasi Penyakit Hog Cholera, Daging Babi Bisa Jadi Komoditas Unggulan Ekspor RI
Selasa, 7 November 2017
Jakarta – Dalam upaya mengembangkan komoditas produk peternakan babi dari yang sebelumnya unggulan menjadi komoditas ekspor, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita menyampaikan pentingnya pengendalian dan pemberantasan penyakit hog cholera pada babi.
“Penyakit hog cholera dapat menyebar cepat di peternakan. Bisa menyerang segala umur, morbiditas dan mortalitas sangat tinggi, mencapai 95 hingga 100 persen,” ujarnya di acara Semiloka Multipihak tentang pembahasan penyakit Hog Cholera di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Senin (6/11).
Penyakit Hog Cholera atau Classical Swine Fever (CSF), dikenal dengan sampar babi, merupakan virus yang menyerang ternak babi. Termasuk kategori penyakit hewan menular strategis, berdasarkan keputusan Menteri Pertanian No. 4026/Kpts/OT.140/4/2013 tentang penetapan jenis penyakit hewan menular strategis.
“Tujuan dari pengendalian dan pemberantasan hog cholera ialah meningkatkan populasi ternak babi, mengamankan daerah sumber bibit ternak, meningkatkan pendapatan peternak babi, meningkatkan perdagangan domestik dan ekspor, serta meningkatkan pendapatan daerah,” tambahnya.
Menurut data statistik yang dihimpun Ditjen PKH, produksi daging babi menduduki urutan ketiga terbesar sesudah daging ayam ras dan daging sapi. Kontribusi produksi daging babi terhadap produksi daging nasional sebesar 10,78 persen atau sebesar 342,3 dari sebesar 3.175,2 ribu ton. Setiap tahun, populasi babi mengalami peningkatan.
“Dengan rencana Indonesia menjadi lumbung pangan dunia pada tahun 2045, ternak babi dapat dikembangkan untuk mengisi peluang lumbung pangan dunia. Secara komoditas, ekspor babi dianggap memiliki nilai tambah dan berdaya saing di dunia”, ungkapnya.
Meningkatnya produksi daging babi di Indonesia dan keterbatasan segmentasi pasar daging babi menjadi peluang peningkatan ekspor daging babi. (DF)
Sumber: Trubus