Vets for a Better Life
Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies
Tuesday, 19 March 2024
Pebi

Mengenal Penyakit Virus Marburg dan Potensi Pandemi Selanjutnya

Selasa, 31 Agustus 2021

Oleh : Drh. Pebi Purwo Suseno

Penulis adalah Medik Veteriner Ahli Madya, Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian

 Marburg 1

“Sejak pertama kali ditemukan 54 tahun yang lalu di Marburg dan Frankfurt, Jerman serta Beograd, Yugoslavia (sekarang Serbia), wabah yang disebabkan oleh virus Marburg tercatat pernah terjadi di delapan negara di Afrika dan Eropa. Virus Marburg dapat membunuh sembilan dari sepuluh orang yang terinfeksi. Dengan adanya peningkatan globalisasi, apakah virus ini akan lebih mungkin terjadi di berbagai belahan dunia, dan berpotensi menjadi pandemi selanjutnya?”

Belum berakhir pandemi COVID19, dunia kembali dikejutkan dengan adanya pemberitaan wabah penyakit yang disebabkan oleh virus Marburg (Marburg Virus Disease/MVD) di Republik Guinea, Afrika Barat. Berdasarkan informasi sementara dari otoritas kesehatan setempat, dilaporkan satu orang meninggal karena MVD di Provinsi Guéckédou, Guinea dan telah teridentifikasi sebanyak empat orang kontak berisiko tinggi serta tambahan 146 orang lainnya yang memiliki risiko tertular.

Virus Marburg adalah salah satu dari 2 (dua) virus yang berasal dari keluarga Filovirus. Virus lain yang masuk Filovirus adalah virus Ebola yang lebih terkenal. Seperti halnya virus Ebola, virus Marburg menyebabkan demam berdarah parah dan sangat fatal yang disebut penyakit virus Marburg (MVD). Meskipun disebabkan oleh virus yang berbeda, kedua penyakit yang dapat menulari manusia dan primata nonmanusia ini secara klinis serupa. Penyakit yang disebabkan oleh virus Marburg dan Ebola relatif jarang terjadi, namun kedua penyakit ini memiliki kapasitas untuk menyebabkan wabah dengan tingkat kematian yang tinggi sehingga harus menjadi perhatian otoritas kesehatan.

Virus Marburg sebenarnya bukan merupakan virus baru. Virus ini pertama kali dikenal saat menyebabkan wabah demam berdarah yang terjadi secara bersamaan di laboratorium di Marburg dan Frankfurt di Jerman, dan Beograd di Yugoslavia (sekarang Serbia) pada Agustus 1967. Saat itu, sebanyak 31 orang jatuh sakit, termasuk 25 pekerja laboratorium, serta tenaga medis dan satu anggota keluarga yang merawat mereka. Semua kasus menunjukkan gejala penyakit menular yakni demam tinggi, kedinginan, nyeri otot, dan muntah. Para pasien kemudian memburuk selama beberapa hari berikutnya, sampai mereka mulai berdarah dari setiap lubang di tubuh mereka, termasuk pada luka tusukan jarum.

Berdasarkan hasil penyelidikan, semua pekerja laboratorium memiliki kontak dengan darah, organ, atau kultur sel dari sekumpulan monyet hijau Afrika (Chlorocebus aethiops) yang diimpor dari Uganda dan dikapalkan bersamaan menuju tiga tempat di atas.

Infeksi primer pada kasus awal MVD tersebut, ironisnya terjadi ketika monyet-monyet hijau Afrika dinekropsi untuk tujuan mendapatkan sel ginjal untuk kultur strain vaksin poliomielitis. Kurang dari tiga bulan setelah kejadian, agen etiologi dapat diisolasi, dicirikan, dan diidentifikasi oleh upaya bersama ilmuwan di Marburg dan Hamburg dan kemudian dikonfirmasi juga oleh beberapa peneliti lain. Patogen itu diberi nama virus Marburg, untuk merepresentasikan kota dengan kasus terbanyak dan mewakili isolasi pertama dari Filovirus.

Setelah kasus pertama di Jerman dan Serbia, selanjutnya, wabah dan kasus sporadis telah dilaporkan di Angola, Republik Demokratik Kongo, Kenya, Afrika Selatan (pada seseorang dengan riwayat perjalanan baru-baru ini ke Zimbabwe) dan Uganda. Pada tahun 2008, dua kasus independent dilaporkan juga terjadi pada turis yang mengunjungi gua yang dihuni oleh koloni kelelawar Rousettus di Uganda.

Pada tabel dapat dilihat koronologi wabah MVD utama dari tahun 1967 sampai saat ini.

Tahun

Negara

Kasus

Kematian

Tingkat Kematian (CFR)

2021

Guinea*

2017

Uganda

3

3

100%

2014

Uganda

1

1

100%

2012

Uganda

15

4

27%

2008

Belanda (Ex-Uganda)

1

1

100%

2008

Amerika Serikat (Ex-Uganda)

1

0

0%

2007

Uganda

4

2

50%

2005

Angola

374

329

88%

1998-2000

Republik Demokratik Kongo

154

128

88%

1987

Kenya

1

1

100%

1980

Kenya

2

1

50%

1975

Afrika Selatan

3

1

33%

1967

Yugoslavia

2

0

0%

1967

Germany

29

7

24%

*Kasus masih berlangsung

Sementara Peta Distribusi Wabah MVD dari tahun 1967 sampai 2021 dapat dilihat pada peta di bawah ini.

Distribution-of-outbreaks-of-Marburg-virus-disease-from-1967-to-2012-The-2014-infection

 

Virus Marburg pada Hewan

Secara umum dunia kesehatan menyepakati bahwa virus Marburg adalah virus yang bersifat zoonosis atau virus yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia.

Berdasarkan berbagai hasil penelitian, kelelawar buah (Rousettus aegyptiacus) dari family Pteropodidae dianggap sebagai inang alami virus Marburg. Sebagai inang alami, kelelawar buah tidak menunjukan adanya tanda penyakit. Hal ini memungkinkan distribusi geografis virus Marburg tumpang tindih dengan sebaran kelelawar Rousettus.

Semantara monyet dan primata lainnya rentan terhadap infeksi virus Marburg tetapi tidak dianggap sebagai inang reservoir karena mereka mati dengan cepat setelah terinfeksi. Tercatat monyet hijau Afrika (Cercopithecus aethiops) yang diimpor dari Uganda adalah sumber infeksi bagi manusia selama wabah Marburg pertama pada tahun 1967.

Adapun untuk hewan lain seperti babi, sebuah studi inokulasi eksperimental dengan virus Ebola telah dilaporkan dan menunjukkan bahwa babi rentan terhadap infeksi filovirus dan mempunyai kemampuan untuk melepaskan virus. Oleh karena itu, babi harus dipertimbangkan sebagai inang penguat potensial selama wabah MVD. Meskipun belum ada hewan peliharaan lain yang dikonfirmasi memiliki hubungan dengan wabah filovirus, sebagai tindakan pencegahan mereka harus dianggap sebagai inang penguat potensial sampai dapat dibuktikan sebaliknya.

Tindakan pencegahan diperlukan di peternakan babi untuk menghindari babi terinfeksi melalui kontak dengan kelelawar buah. Infeksi semacam itu berpotensi memperkuat virus dan menyebabkan atau berkontribusi pada wabah MVD.

 

Penularan Virus Marburg

Infeksi MVD pada manusia dapat terjadi akibat kontak yang terlalu lama di area tambang atau gua yang dihuni oleh koloni kelelawar Rousettus. Penularan dapat juga terjadi karena kontak manusia dengan satwa liar, khususnya monyet yang telah terpapar virus dari kelelawar.

Penularan sekunder virus Marburg terjadi melalui penularan dari manusia ke manusia melalui kontak langsung (melalui kulit yang rusak atau selaput lendir) dengan darah, sekresi, organ atau cairan tubuh lainnya dari orang yang terinfeksi, dan dengan permukaan dan bahan (misalnya tempat tidur, pakaian) yang terkontaminasi dengan cairan ini. Masa inkubasi (interval dari infeksi hingga timbulnya gejala) untuk MVD bervariasi dari 2 hingga 21 hari.

Petugas kesehatan sering terinfeksi saat merawat pasien yang dicurigai atau dikonfirmasi MVD. Hal ini terjadi melalui kontak dekat dengan pasien ketika tindakan pencegahan pengendalian infeksi tidak dilakukan secara ketat. Penularan melalui peralatan injeksi yang terkontaminasi atau melalui luka tusukan jarum dikaitkan dengan penyakit yang lebih parah, kerusakan yang cepat, dan mungkin, tingkat kematian yang lebih tinggi. Luka tusukan jarum tetap menular selama darah mereka mengandung virus. Beberapa laporan menunjukan bahwa upacara pemakaman yang melibatkan kontak langsung dengan tubuh korban juga dapat berkontribusi dalam transmisi Marburg.

Sebagai ilustrasi, hipotesis penularan virus Marburg pada antarmuka hewan-manusia dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Marburg1

 

Gejala dan Diagnosa Penyakit Virus Marburg

Penyakit virus Marburg dimulai secara tiba-tiba, dengan demam tinggi, sakit kepala parah dan malaise parah. Nyeri otot dan nyeri adalah ciri umum. Diare berair yang parah, sakit perut dan kram, mual dan muntah dapat dimulai pada hari ketiga. Diare bisa bertahan selama seminggu. Kemunculan pasien pada fase ini digambarkan sebagai gambaran gambaran “seperti hantu”, mata cekung, wajah tanpa ekspresi, dan kelesuan yang ekstrem. Pada wabah MVD di Eropa tahun 1967, ruam yang tidak gatal adalah ciri yang dicatat pada kebanyakan pasien antara 2 dan 7 hari setelah timbulnya gejala.

Banyak pasien mengalami manifestasi perdarahan yang parah antara 5 dan 7 hari, dan kasus yang fatal biasanya memiliki beberapa bentuk perdarahan, seringkali pada beberapa area. Darah segar pada muntahan dan feses seringkali disertai dengan pendarahan dari hidung, gusi, dan vagina. Pendarahan spontan dapat terjadi di tempat tusukan vena (di mana akses intravena diperoleh untuk memberikan cairan atau mengambil sampel darah). Selama fase penyakit yang parah, pasien mengalami demam tinggi.

Keterlibatan sistem saraf pusat dapat mengakibatkan kebingungan, lekas marah, dan agresi. Orkitis (peradangan pada salah satu atau kedua testis) kadang-kadang dilaporkan pada fase akhir penyakit (15 hari). Dalam kasus yang fatal, kematian paling sering terjadi antara 8 dan 9 hari setelah timbulnya gejala, biasanya didahului dengan kehilangan darah yang parah dan syok.

Sulit untuk membedakan secara klinis MVD dari penyakit menular lainnya seperti malaria, demam tifoid, shigellosis, meningitis dan demam berdarah virus lainnya. Konfirmasi bahwa gejala disebabkan oleh infeksi virus Marburg dibuat dengan menggunakan metode diagnostic ELISA, tes deteksi antigencapture, tes netralisasi serum, RTPCR, pemeriksaan dengan mikroskop elektron, dan isolasi virus dengan kultur sel.

Sampel yang dikumpulkan dari pasien merupakan risiko biohazard yang ekstrim; pengujian laboratorium pada sampel noninaktif harus dilakukan dengan biosafeti maksimum. Semua spesimen biologi harus dikemas menggunakan sistem pengemasan rangkap tiga saat diangkut secara nasional dan internasional.

 

Pengobatan dan vaksin

Saat ini tidak ada vaksin atau perawatan antivirus yang disetujui untuk MVD. Namun, perawatan suportif, rehidrasi dengan cairan secara oral atau intravena, dan pengobatan gejala spesifik, meningkatkan kemungkinan kesembuhan pasien. Ada antibodi monoclonal (mAbs) yang sedang dikembangkan dan antivirus misalnya Remdesivir dan Favipiravir yang telah digunakan dalam studi klinis untuk penyakit virus Ebola (EVD) yang juga dapat diuji untuk MVD atau digunakan dalam penggunaan/akses yang diperluas.

 

Pencegahan dan pengendalian

Pengendalian wabah yang baik bergantung pada penggunaan berbagai intervensi, yaitu manajemen kasus, pengawasan dan pelacakan kontak, layanan laboratorium yang baik, penguburan yang aman, serta mobilisasi sosial. Keterlibatan masyarakat adalah kunci untuk keberhasilan mengendalikan wabah. Meningkatkan kesadaran akan faktor risiko infeksi Marburg dan tindakan perlindungan yang dapat dilakukan individu adalah cara yang efektif untuk mengurangi penularan pada manusia.

Beberapa pesan penting yang bermanfaat untuk pengurangan risiko antara lain yaitu dengan cara mengurangi risiko penularan kelelawar ke manusia yang timbul dari kontak yang terlalu lama di area tambang atau gua yang dihuni oleh koloni kelelawar buah. Selama kegiatan kerja atau penelitian atau kunjungan wisata di tambang atau gua yang dihuni oleh koloni kelelawar buah, orang harus mengenakan sarung tangan dan pakaian pelindung lain yang sesuai (termasuk masker). Selama wabah, semua produk hewani (darah dan daging) harus dimasak dengan matang sebelum dikonsumsi.

Hal penting lain adalah mengurangi risiko penularan dari manusia ke manusia di masyarakat yang timbul dari kontak langsung atau dekat dengan pasien yang terinfeksi, terutama dengan cairan tubuh mereka. Kontak fisik yang dekat dengan pasien Marburg harus dihindari. Sarung tangan dan alat pelindung diri yang sesuai harus dipakai saat merawat pasien yang sakit di rumah. Mencuci tangan secara teratur harus dilakukan setelah mengunjungi kerabat yang sakit di rumah sakit, serta setelah merawat pasien yang sakit di rumah.

 

Potensi virus Marburg menjadi sumber pandemi berikutnya

Pandemi COVID19 bukanlah yang pertama dan tidak akan menjadi yang terakhir. Bagi masyarakat, pandemi COVID19 terasa seperti datang tibatiba, namun para ilmuwan telah lama membunyikan alarm tentang potensi pandemi dari virus corona. Peringatan dimulai dengan wabah SARS dan MERS,  keduanya disebabkan oleh virus corona, dan keduanya menular dari hewan ke manusia.

Mengingat cara orang terus merambah habitat dan memperdagangkan satwa liar, serta memakan dagingnya, kemungkinan besar zoonosis yang berasal dari hewan/satwa liar akan menyebabkan pandemi di masa depan.

Tercatat sejak tahun 1940an, lebih dari 330 penyakit menular baru telah diidentifikasi, 60% di antaranya bersifat zoonosis. Dan ketika penyakit menular baru muncul, migrasi manusia, pertumbuhan populasi, perjalanan global yang cepat, urbanisasi perubahan iklim dan daerah kumuh perkotaan yang padat semuanya dapat mempercepat penyebarannya. Mengingat bahwa lebih banyak orang tinggal dalam jarak yang lebih dekat satu sama lain daripada sebelumnya dan bahwa biasanya lebih dari satu miliar orang melintasi perbatasan internasional setiap tahun, wabah tidak pernah semudah ini meningkat dan menyebar secara global.

Distribusi Geografis Wabah MVD dan Kelelawar Buah Famili Pteropodidae

marburg-virus-disease-map-2009

Penyakit virus Marburg memiliki potensi menjadi pandemi walaupun tidak terlalu besar. Salah satu alasan kenapa virus Marburg berpotensi menjadi penyebab pandemi adalah karena virus Marburg dapat menyebar dari manusia ke manusia melalui kontak cairan tubuh, seperti halnya Ebola. Hal ini telah ditunjukkan pada wabah di Eropa dan AS, meningkatnya globalisasi dan perjalanan internasional berarti risiko penyebaran global tinggi, terutama ketika masa inkubasi bisa sampai tiga minggu. Ini bisa menjadi bencana mengingat tingkat kematiannya yang tinggi.

Selain itu perdagangan satwa liar rentan (seperti monyet) juga dapat menjadi sumber penularan dan penyebaran ke berbagai belahan dunia selain potensi migrasi kelelawar buah Rousettus dari famili Pteropodidae. Diketahui bahwa kelelawar buah dari family Pteropodidae tersebar sejauh utara Mediterania timur, terus di sepanjang pantai selatan Semenanjung Arab dan di seluruh Asia Selatan. Famili ini juga ditemukan sejauh selatan Afrika Selatan, pulaupulau di Samudra Hindia, dan ke pantai utara dan barat Australia. Rentang longitudinal mencapai dari pantai Atlantik Afrika ke pulaupulau di Pasifik barat. Distribusi geografis kelelawar buah famili Pteropodidae dan juga wabah MVD dapat dilihat pada gambar di atas.

Karena virus Marburg dapat menyebar antar manusia, tindakan pengendalian infeksi yang sangat ketat diperlukan untuk menghindari orangorang saling kontak, untuk memastikan sampel laboratorium dibuang dengan hatihati, dan untuk memastikan prosedur penguburan yang aman. Menghindari  penanganan atau makan daging semak juga penting untuk menghindari potensi infeksi yang dapat menyebar dari hewan. Perjalanan internasional merupakan faktor risiko utama penyebaran virus Marburg di luar Afrika dan diagnostik cepat untuk memastikan bahwa kasus diambil sebelum orang membawa virus ke negara lain akan menjadi penting.

Selain itu peningkatan surveilans umum untuk mendeteksi kasus juga diperlukan. Sementara dari aspek kesehatan hewan studi pada kelelawar buah dapat dijadikan sebagai opsi untuk melihat keberadaan filovirus di Indonesia, khususnya virus Marburg. Hal ini perlu didukung dengan penguatan kapasitas laboratorium, implementasi biosafety, dan juga kapasitas sumberdaya manusianya.

Implementasi one health dan kerangka kerja yang menghubungkan petugas lapang dan laboratorium yang melibatkan sektor kesehatan masyarakat, hewan, satwa liar dan lingkungan menjadi kunci kesiapan Indonesia dalam mengahadapi ancaman MVD.

(ditulis dari berbagai sumber)

 

Sumber: Vetnesia Edisi Agustus 2021

 

Tinggalkan Balasan

Anda harus masuk log untuk mengirim sebuah komentar.

Mengenal Penyakit Virus Marburg dan Potensi Pandemi Selanjutnya

by Civas time to read: 8 min
0