Indonesia telah mendeteksi peningkatan tajam dalam kasus flu burung pada bulan Juli sejak laporan terakhir di negara itu mendaki tak terduga awal tahun ini, sehingga jumlah kasus sejauh ini di tahun 2016.

“Jumlah kasus flu burung telah meningkat dalam tujuh bulan berturut-turut sejak Januari, dengan jumlah kasus tertinggi tercatat pada April, yang cukup mengkhawatirkan. Ia kemudian jatuh dari Mei sampai Juni, hanya untuk naik lagi bulan ini,” ujar Muhammad Azhar, Direktorat Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian.

Dia membuat komentar ketika menjelaskan hasil pemantauan pemerintah dari tren flu burung pada tahun 2016 di sebuah seminar kesehatan unggas dan produksi di Jakarta.

Azhar mengatakan sebanyak 92.014 unggas telah mati akibat virus flu burung dalam tujuh bulan terakhir. Kebanyakan dari mereka adalah bebek dan unggas petelur, yang hampir 60 persen dari jumlah total. Sisanya adalah burung puyuh, ayam buras desa (atau ayam kampung) dan ayam pedaging, ia menambahkan.

Data menunjukkan bahwa tiga provinsi dengan jumlah tertinggi kasus adalah Jawa Barat dengan total 65, Lampung 28 dan Sulawesi Selatan dengan 23 kasus.

Azhar mengatakan, jumlah tertinggi kematian unggas secara nasional tercatat pada bulan Maret dengan 48.066 kematian, diikuti oleh 15.581 pada bulan Februari.

Bulan-bulan berikutnya terjadi penurunan, dengan jumlah kematian unggas menjadi 9860 pada bulan April dan 558 pada bulan Juni. Namun, meningkat lebih dari sepuluh kali lipat pada bulan Juli, dengan 6.550 kasus yang tercatat, kata Azhar.

Azhar mencatat bahwa musim hujan, yang terjadi sepanjang beberapa bulan pertama tahun ini, mungkin telah berkontribusi terhadap kematian burung-burung yang mungkin telah rentan mengingat kondisi pertanian yang buruk dan sanitasi.

Dia lebih lanjut mengatakan bahwa hasil monitoring telah mengungkapkan bahwa banyak peternakan gagal melaksanakan langkah-langkah biosecuriti, kerangka dalam pemeliharaan kualitas pertanian dan produk unggas yang dikembangkan bekerja sama dengan Food and Agriculture Organization (FAO) lebih dari satu dekade yang lalu, setelah virus itu pertama kali terdeteksi di Indonesia. (Alex)

Sumber: eKoran.co.id