Vets for a Better Life
Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies
Thursday, 28 March 2024
WhatsApp Image 2019-05-08 at 14.00.46

Kurangi Antibiotik di Peternakan

Jumat, 6 September 2019

Resistensi antibiotik dianggap sebagai satu ancaman global terbesar bagi kesehatan manusia di abad   ke-21. Tingkat kematian manusia akibat resistensi antibiotik meningkat setiap tahun. Sejumlah negara sudah membuat aturan yang tegas mengenai penggunaan antibiotik pada manusia dan hewan. Bagaimana dengan di Indonesia?

Di Amerika Serikat, lebih dari 2 juta orang terinfeksi bakteri yang resisten terhadap antibiotik dan mengakibatkan 23.000 orang meninggal dunia, sedangkan di seluruh dunia diperkirakan mencapai 700.000 orang setiap tahunnya. Apabila tidak dilakukan aksi apapun saat ini, maka pada tahun 2050 diprediksi 10 juta orang akan meninggal di seluruh dunia dengan 5,7 juta terjadi di Asia. Angka ini lebih besar dari kemarian yang disebabkan oleh kanker, diabetes dan penyakit-penyakit lainnya.

Badan Kesehatan Dunia (WHO), Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE), dan Badan Pangan dan Pertanian (FAO) secara bersama-sama telah menyatakan bahwa resistensi antimikroba merupakan suatu ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat global yang memerlukan aksi terpadu dari seluruh pemerintahan dan masyarakat dunia.

 

Antibiotik di peternakan

Antibiotik umumnya diberikan untuk mengobati hewan sakit di rumah sakit hewan, klinik hewan, praktik dokter hewan, kebun binatang dan sebagainya. Penggunaan antibiotik yang berlebihan terutama di peternakan, dianggap berkontribusi terhadap meningkatnya resistensi obat pada manusia dengan implikasi serius. Berapa jumlah orang terinfeki bakteri resisten di Indonesia memang belum diketahui secara pasti, namun dengan proyeksi pertumbuhan penduduk 345 jiwa di tahun 2030, diprediksi ancaman resistensi ke depan akan semakin meningkat.

Dari semua antibiotik yang dijual secara global, 80-90% digunakan untuk hewan. Sekitar 70% dari jumlah tersebut merupakan antibiotik penting bagi manusia. Bahkan penggunaan antibiotik penting untuk manusia di peternakan menjadi suatu hal yang kontroversial, karena meningkatkan peluang bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik tersebut, membuat antibiotik tidak berguna melawan sejumlah infeksi.

Antibiotik di peternakan pada umumya diberikan kepada hewan dalam pakan untuk memperbaiki tingkat pertumbuhan dan mencegah infeksi. Suatu praktik yang sangat umum dilakukan terutama oleh peternak unggas di Indonesia, yaitu diberikan melalui pakan yang mengandung antibiotik pemacu pertumbuhan/antibiotic growth promoters (AGP). Suatu studi mengonfirmasi praktik semacam ini dilakukan oleh hampir seluruh peternak 97% yang diteliti di satu kabupaten di Jawa Tengah.

Penggunaan antibiotik di peternakan seringkali dikaitkan dengan pengembangan dan penyebaran bakteri resisten. Produk-produk unggas dianggap sebagai produk yang paling banyak dikonsumsi manusia di seluruh dunia. Banyak antibiotik esensial yang digunakan untuk produksi unggas di beberapa negara mengancam keamanan keamanan produk unggas tersebut melalui residu antibiotik dan meningkatnya kemungkinan pengembangan dan penyebaran resistensi bakteri di peternakan unggas.

 

Era pasca antibiotik

Dunia telah berada di puncak “era pasca antibiotik”, di mana para ahli memperingatkan banyak bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik setelah pengobatan gagal dilakukan. Contohnya bakteri mampu menghindar dari antibiotik colistin yang biasa diberikan kepada pasien dan ternak di Cina. Resistensi tersebut dapat menyebar ke seluruh dunia dan mencapai spektrum di mana infeksi tidak lagi bisa diobati. Sangat memungkin resistensi muncul setelah colistin digunakan secara berlebihan di peternakan.

Selama beberapa dekade terakhir, tidak ada jenis-jenis antibiotik baru yang dihasilkan dan hampir seluruh antibiotik semakin kehilangan kemampuan untuk melawan bakteri patogen. Tingkat bakteri resisten terhadap berbagai macam obat (multi-drug resistant) juga semakin meningkat.

Sebagai akibat dari ancaman global tersebut, penggunaan antibiotik yang ditujukan selain untuk pengobatan ternak telah dilarang di sejumlah negara. Swedia adalah Negara yang pertama kali melarang penggunaan antibiotik untuk tujuan pemacu pertumbuhan pada tahun 1986 dan pencegahan penyakit pada tahun 1988.

Kemudian diikuti oleh Denmark, Belanda, Inggris, dan negara-negara Uni Eropa lainnya. Negara-negara tersebut bahkan juga maju ke langkah berikutnya dengan melarang penggunaan seluruh antibiotik penting untuk pencegahan pada tahun 2011.

Banyak negara-negara berpendapatan rendah dan menengah saat ini tidak memberlakukan ketentuan yang mengharuskan pemberian resep oleh dokter hewan untuk penggunaan antibiotik pada hewan. Thailand telah menerapkan regulasi yang ketat terhadap penggunaan antibiotik pada ternak termasuk pelarangan antibiotik pemacu pertumbuhan sejak tahun 2015.

Kemudian diikuti Vietnam dan Indonesia yang menerapkan aturan penggunaan antibiotik pada hewan yang sedikit lebih ringan, tetapi kedua negara tersebut melarang penggunaan antibiotik pemacu pertumbuhan awal tahun 2018.

 

Kurangi penggunaan

Unggas adalah satu dari industri pangan yang paling tersebar di seluruh dunia. Ayam adalah spesies yang paling umum diternakkan, dengan lebih dari 90 juta ton daging ayam diproduksi secara globar per tahun. Indonesia saat ini memiliki 3,5 miliar ayam pedaging dengan produksi daging ayam rata-rata 3,3 juta ton. Produksi daging ayam akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan perbaikan tingkat pendapatan masyarakat.

Selama lebih dari 50 tahun, penggunaan antibiotik dikombinasi dengan tindakan biosekuriti yang ketat telah membantu industri unggas untuk tumbuh dan mencegah dampak negative dari banyak penyakit unggas. Sementara ini tidak ada estimasi resmi, berapa jumlah konsumsi antibiotik untuk hewan secara nasional. Namun resistensi antibiotik di Indonesia diperkirakan tinggi dan akan semakin meningkat. Indonesia merupakan satu di antara lima negara yang konsumsi antibiotik pada ternak diproyeksikan akan mengalami kenaikan d tahun 2030. Kelima negara dengan jumlah konsumsi antibiotik terbesar adalah Myanmar, Indonesia, Nigeria, Peru dan Vietnam.

Perusahaan transnasional raksasa cepat saji seperti McDonald’s berkomitmen bahwa restoran-restoran outlet mereka di tahun-tahun mendatang hanya akan menyajikan protein hewani bersumber dari peternakan yang tidak menggunakan antibiotik. Beberapa perusahaan lain di Amerika Serikat seperti Subway, Chipotle, Panera, dan Chick-fil-A juga berupaya untuk mengikuti aksi tersebut. Produsen unggas besar di Amerika Serikat seperti Tyson dan Pilgrim’s Pride secara bertahap mulai menyingkirkan antibiotik yang digunakan untuk manusia.

Apabila biosekuriti di peternakan tidak memadai, vaksinasi dapat digunakan sebagai tindakan tambahan. Suatu vaksin yang dapat membantu mempersiapkan system kekebalan tubuh unggas untuk melawan bakteri pathogen tertentu harus mulai dipersiapkan ke depan. Begitu juga pencarian alternatif pengganti antibiotik lainnya, seperti prebiotik, probiotik atau sinbiotik dan sebagainya.

 

Tri Satya Putri Naipospos

Chair of the Directive Board Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies

 

Sumber: Majalah Poultry Agustus 2019

Tinggalkan Balasan

Anda harus masuk log untuk mengirim sebuah komentar.

Kurangi Antibiotik di Peternakan

by Patricia Noreva time to read: 4 min
0