Diskusi Meja Bundar Tentang Flu Burung
Rabu, 19 April 2006
Kolaborasi IMAKAHI-CIVAS
Tampaknya penanganan masalah flu burung di Indonesia sedang menuju ke arah yang lebih baik. Hal ini dapat terlihat dari komitmen pemerintah dalam mendirikan Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Pandemi Influenza (Komnas FBPI) melalui Peraturan Pemerintah No. 07/tahun 2006.
Flu burung adalah penyakit zoonosis (penyakit hewan yang dapat ditularkan ke manusia atau sebaliknya) yang merupakan tanggungjawab penuh dari profesi veteriner. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan flu burung merupakan bagian dari tanggungjawab profesi, tetapi masih ada beberapa pihak yang tidak memiliki pandangan serupa, baik dari kalangan dokter hewan maupun mahasiswa kedokteran hewan sehingga format yang tepat dari usaha penanggulangan flu burung masih belum terbentuk. Kondisi tersebut menjadi tantangan utama dalam perjuangan menanggulangi flu burung. Dengan adanya masalah ini, IMAKAHI (Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia) bekerja sama dengan CIVAS (Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies) mengadakan sebuah diskusi untuk mencari format yang tepat untuk menangani flu burung.
Diskusi ini bertema “Menyelidiki Permasalahan dalam Pengendalian dan Penanganan Avian Influenza di Indonesia”. Diskusi dihadiri oleh dokter hewan dari berbagai institusi dan mahasiswa kedokteran hewan. Kegiatan ini diadakan pada Rabu, 19 April 2006 di ruang PPDH, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor.
Diskusi dibuka oleh Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB), Dr. Drh. Heru Setijanto dan kemudian dilanjutkan dengan diskusi Meja Bundar dimana setiap peserta diberikan hak yang sama untuk memberikan pendapat terkait penanganan flu burung. Diskusi ini juga menghadirkan para inisiator diskusi yaitu Dr. Drh. Syamsul Bahri (Direktorat Kesehatan Hewan) yang mewakili pemerintah, Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS yang mewakili peneliti, Drh. Tri Satya Putri N, MPhil, PhD dari CIVAS, dan Agus Jaelani, SKH dari IMAKAHI serta sebagai fasilitator kegiatan ini adalah Iwan Berri Prima yang merupakan Presiden IMAKAHI 2006-2008.
Juga menghadiri diskusi adalah Drh. M. Azar yang juga mewakili Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. Beliau mengatakan bahwa keterlibatan direktoratnya dalam menangani flu burung sudah seoptimal mungkin, meskipun kadang masih ada tumpang tindih, dan yang lebih disayangkan adalah lambatnya pemerintah dalam menerbitkan SK kepada Dirkesmavet terkait penanganan flu burung. Selain itu, peserta lain seperti Bambang (dari Kebun Binatang Ragunan, Jakarta) juga mengatakan bahwa pemerintah seharusnya tidak selalu terpusat pada berbagai sektor perunggasan, tetapi juga kepada satwa liar yang berpotensi menularkan flu burung.
Drh. Zahid Ilyas (FKH-IPB) menyatakan bahwa keterlibatan penuh ahli epidemiologi sangat penting mengingat bahwa secara epidemiologis penyakit ini masih belum dapat dipetakan. Drh. Fitri Nur Santi Poernomo (Alumni FKH-IPB) mengatakan bahwa diperlukan kerja sama yang nyata dari semua pihak. Drh. Agus Lelana (FKH-IPB) menyatakan bahwa bila beliau adalah Menkokesra maka yang perlu dilakukan dalam penanganan flu burung adalah pemberdayaan masyarakat dengan berbasis pada ekonomi dan bukannya menjadikan masyarakat sebagai objek, terutama dalam hal kompensasi dan ganti rugi karena unggas mereka diketahui terinfeksi flu burung. Beliau juga menyebutkan pentingnya peraturan yang jelas dalam manajemen kesehatan hewan secara makro. Dr. Drh. Retno D. S (FKH-IPB) menyatakan perlunya studi lebih lanjut mengingat virus AI masih merupakan misteri dan sebagai tindakan konkrit adalah membangun Laboratorium Biosafety Level 3 terutama untuk para peneliti di institusi pendidikan sehingga mencegah munculnya hasil yang berbeda-beda dari laboratorium yang berbeda terkait kajian flu burung.
Drh. Agus Setiono (FKH-IPB) mengatakan bahwa pemerintah harus membentuk laboratorium terpadu dimana terdapat dokter, dokter hewan, ahli biologi, dan lainnya sehingga dapat saling bekerja sama untuk mengungkapkan misteri dari virus ini. Drh. Mila (CIVAS) menyatakan bahwa selain hanya kewenangan veteriner atau peraturan kesehatan hewan, Indonesia juga perlu komitmen dari semua pihak dalam penanganan flu burung dan hal ini didukung oleh bukti-bukti nyata dan data. Sebagai contoh, tindakan pengendalian di sektor 3 dan 4 yang membutuhkan akurasi dari data hasil surveilans. Drh. Memed (Departemen Pertanian) mengatakan bahwa komitmen dari semua pihak diperlukan dan terutama keterlibatan masyarakat adalah pion penting dalam penanganan flu burung.
Luski (mahasiswa FKH-IPB) menyatakan bahwa kuliah/dosen sebaiknya tidak hanya memberikan materi yang ilmiah tetapi juga yang terbaru, bahkan peralatan praktikum khususnya untuk praktikum penyakit infeksius (untuk mempelajari flu burung) harus mendapatkan perhatian dari pemerintah, baik itu kecukupan, teknologi, atau efektivitas dari peralatan yang digunakan oleh mahasiswa. Dr. Drh. Denny W. Lukman (FKH-IPB) menyatakan pendapatnya bahwa kewenangan/peraturan yang jelas diperlukan dalam hal penangan penyakit hewan secara umum, tidak hanya flu buurng. Kesehatan masyarakat veteriner seharusnya menjadi fondasi dasar bagi penanganan penyakit zoonosis. Selain itu, keterlibatan epidemiologi harus sangat dipertimbangkan dalam penanganan penyakit, baik untuk penyakit hewan secara umum maupun flu burung secara khusus.