Vets for a Better Life
Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies
Friday, 29 March 2024
zoonosis

Rintis Konsep “One Health” Untuk Melawan Penyakit Zoonosis

Sabtu, 7 Maret 2009

This post is also available in: English

Perkembangan dunia saat ini mengarah kepada pentingnya konsep baru ‘one world, one medicine, one health’ untuk diperkenalkan secara luas dan berkesinambungan. Para pakar di banyak negara menghimbau kerjasama yang lebih terintegrasi dan sinergis antara dokter hewan dan dokter dalam mengantisipasi kebangkitan penyakit-penyakit zoonosis yang berpotensi epidemik.

Sampai dengan saat ini, kedokteran dan kedokteran hewan tetap dipandang sebagai sektor dan identititas yang terpisah di hampir semua negara. Yang jelas dokter hewan tidak diperkenankan secara hukum untuk mengobati manusia dan dokter boleh dikatakan hampir tidak pernah mengobati hewan. Meskipun pada kenyataannya, ada banyak hal-hal yang tumpang tindih antara kedua sektor ini, terlebih lagi apabila menyangkut kesehatan masyarakat dan pengendalian penyakit-penyakit yang bisa ditularkan ke manusia (zoonosis).

Rintis konsep ‘one health’ adalah suatu gerakan untuk menjalin kemitraan antara dokter dan dokter hewan yang harus disepakati oleh berbagai pihak, baik organisasi medik kesehatan, kesehatan hewan maupun kesehatan masyarakat. Jalan menuju pelaksanaan rintisan ‘one health’ harus dimulai dengan merancang kerjasama dan mengurangi hambatan komunikasi yang terjadi antara dokter dan dokter hewan.

Abad penyakit zoonosis

Kita tahu, lebih dari 35 penyakit yang baru muncul – termasuk Ebola, monkeypox, BSE, West Nile virus, Nipah virus, SARS, HPAI – dikenal sebagai sumber zoonotik. Rintisan konsep ‘one health’ adalah respons langsung dari kepedulian yang semakin bertambah mengenai ancaman penyakit-penyakit yang baru muncul di seluruh dunia dan ancaman nyata di depan kita seperti wabah yang membahayakan kesehatan manusia dan hewan domestik. Ancaman ini juga berpotensi mempengaruhi perekonomian regional dan global.

Perilaku manusia di dunia dalam skala luas menyumbang terhadap munculnya penyakit-penyakit zoonosis, termasuk tekanan populasi, deforestasi, intensifikasi pertanian, perdagangan global hewan liar dan konsumsi daging secara berlebihan.

Salah satu sasaran konsep ‘one health’ adalah mengintegrasikan sistem pendidikan di lingkup dan antara perguruan tinggi kedokteran, kedokteran hewan dan kesehatan masyarakat. Upaya ini juga dimaksudkan untuk menghimbau peningkatan komunikasi lintas disiplin dalam berbagai kesempatan, baik itu seminar, konferensi, jurnal, kuliah, maupun pengembangan jaringan (networking) di bidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Lebih lanjut, konsep ‘one health’ mempromosikan pentingnya penelitian bersama terhadap penularan lintas spesies dan surveilans serta sistem pengendalian terintegrasi antara manusia, hewan domestik dan hewan liar. Rintisan ini akan mendorong dan memicu penelitian perbandingan (comparative reserach) dan akan menjadi payung dari semua penelitian-peneliti an mengenai penyakit-penyakit yang berpengaruh terhadap manusia dan hewan, termasuk diabetes, kanker, gangguan autoimmune dan obesitas.

Konsep ‘one health’ juga akan mendorong kemitraan yang lebih erat di antara para akademisi, industri dan pemerintah untuk mengembangkan dan mengevaluasi metoda diagnostik baru, pengobatan dan vaksin untuk pencegahan dan pengendalian penyakit lintas spesies, bersamaan dengan upaya bersama untuk menginformasikan dan mengedukasi para pemimpin politik dan publik.

Rintisan konsep ‘one health’ akan mendorong kemitraan antara dokter dan dokter hewan menuju penelitian dan surveilans yang lebih baik di bidang zoonotik dan penyakit-penyakit baru muncul. Mengedepankan pertahanan dengan konsep ‘one health’ merupakan kunci tujuan yang harus ditekankan terus menerus untuk mencapai kesehatan global. Ada banyak pembelajaran yang dapat digunakan oleh kedua belah pihak satu sama lain, sehingga komunikasi antar dokter dan dokter hewan jelas harus diperbaiki. Sebagai contoh, SARS sebelumnya adalah virus yang tidak dikenal sebagai bersumber binatang, akan tetapi pada saat setelah muncul, petugas klinis dan kesehatan masyarakat kemudian harus belajar lebih banyak tentang infeksi virus corona pada hewan. Dengan demikian seorang klinikus apabila memiliki pasien dengan infeksi zoonotik harus menyadari bahwa sesungguhnya dokter hewan mengetahui lebih banyak dari mereka. Sedangkan dari sisi pasien belum melihat bahwa dokter hewan bisa bertindak sebagai informasi bagi kesehatan mereka.

Batasan profesi

Meskipun garis pembatas antara kedokteran dan kedokteran hewan sekarang ini lebih nyata dibandingkan abad-abad yang lampau, sesungguhnya pemisahan antara kedua disiplin ini mulai terbentuk di abad ke-20. Sejumlah alasan penyebab adalah secara geografis beberapa perguruan tinggi kedokteran dan kedokteran hewan tidak ditempatkan pada satu lingkup dan pengaturan akademik yang sama. Faktor lain adalah pengaruh sosial. Namun ekologi dan mikrobiologi tidak diajarkan di kedokteran seperti halnya di kedokteran hewan, sehingga mahasiswa kedokteran tidak begitu menyadari pentingnya penyakit zoonotik bagi kedokteran. Tambahan pula, fokus perguruan tinggi kedokteran hewan juga bergeser lebih ke hewan ternak dan hewan kesayangan untuk memenuhi kebutuhan sosial masyarakat.

Tabel dibawah ini menggambarkan hambatan yang terjadi selama ini antara profesi dokter dan dokter hewan dan hal apa yang dianggap bisa menjembatani kedua profesi ini.

HAMBATAN
JEMBATAN
Pemisahan institusi:
hubungan yang tidak serasi (misalnya antara Departemen Kesehatan dan otoritas veteriner)
Kerjasama, integrasi dan kemitraan kegiatan pencegahan dan pengendalian
Perbedaan penekanan:
dokter: kesehatan manusia
dokter hewan: produksi ternak
Keuntungan bersama: manfaat untuk kesehatan hewan dan manusia
Persaingan (institutional dan profesional),
Kompetisi
Training: Kurang memberikan penekanan terhadap penyakit zoonotik
Penguatan kapasitas: training umum tentang penyakit-penyakit zoonosis baik untuk pekerja kesehatan maupun veteriner
Lemahnya infrastruktur kesehatan masyarakat veteriner
Pengendalian penyakit-penyakit zoonotik hanya berdasarkan manajemen pemadam kebakaran/manajemen krisis

(Diadaptasi dari: WHO/FAO/OIE, Control of Neglected Zoonotic Diseases, 2005)

Sebagai upaya bersama di tahun 1967, komisi ahli dari FAO dan WHO mengenali dan mengkhawatirkan keberadaan lebih dari 150 penyakit zoonosis di dunia. Di tahun 2000, lebih dari 200 penyakit yang terjadi pada manusia dan hewan diketahui dapat saling ditularkan dari manusia ke hewan dan dari hewan ke manusia. Semua ini mengarah kepada peningkatan lebih dari 30 persen terjadinya penyakit-penyakit zoonosis di sepertiga akhir abad ke-20. Virus H5N1 yang menyebar di Asia, Eropa dan Afrika di abad ke-21 ini memicu fakta yang tidak terbantahkan bahwa kesehatan hewan mempengaruhi kesehatan manusia, dan tentu saja, pengetahuan yang harus diketahui banyak pihak bahwa hampir semua agen bioterorisme adalah zoonotik.

Sebagai upaya tindak lanjut dari wabah avian influenza yang terjadi belakangan ini, banyak negara membentuk suatu komite ‘ad hoc’ yang melibatkan lintas sektor dalam pengendalian dan pemberantasan mulai dari Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan, Departemen Informasi dan Komunikasi, Departemen Pendidikan, Departemen Perdagangan dlsbnya. Ini juga diikuti oleh Indonesia pada tahun 2006 yang lalu dengan pembentukan Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (Komnas FBPI). Kerjasama lintas sektor semacam ini seharusnya diformalkan dengan modus operandi dan tanggung jawab yang harus diklarifikasi sedemikian rupa sehingga komite tersebut dapat berjalan secara efektif. Bukan hanya merespons terhadap krisis, akan tetapi bahkan mampu bertindak sebagai alat untuk analisa risiko, pencegahan dan koordinasi, serta pengendalian terintegrasi.

Manusia, hewan dan lingkungan

Konsepsi ‘one health’ sudah ada sejak berabad-abad, akan tetapi kolaborasi semakin diperlukan di abad ke-21 ini. Kedokteran hewan memiliki akarnya pada kesehatan manusia. Penyembelihan ternak sebagai salah satu jalan untuk mengendalikan PMK atau rinderpest, penyakit yang sangat ganas pada sapi, dimulai pada abad ke-18 sebagai jalan untuk melindungi suplai pangan. Perguruan tinggi kedokteran hewan pertama di Lyon, Perancis didirikan untuk memastikan kesehatan hewan sebagai penyedia pangan bagi masyarakat. Louis Pasteur mempelajari cholera unggas pada tahun 1880, dan setelah menyuntik ayam-ayam tersebut dengan bentuk agen penyakit yang dilemahkan, ia menemukan bahwa ayam-ayam tersebut mampu mengembangkan kekebalan tubuh terhadap cholera. Konsepnya kemudian diperluas untuk anthrax dan rabies. Banyak ahli yang mengikuti hipotesa ini, kemudian membangun kerangka untuk memahami lebih jauh tentang yellow fever dan equine encephalitis.

Belakangan ini konsep ‘eco-health’ atau ‘ecosystem health’ juga muncul, dengan mengamati bahwa pembangunan berkelanjutan diwujudkan sebagai bentuk saling menguntungkan antara kesehatan manusia, hewan dan lingkungan (ekosistem) yang satu sama lain saling berkaitan, dan ini memperluas konsep ‘one health’ ke seluruh ekosistem yang ada termasuk hewan liar (wildlife). Perubahan iklim (climatic change) juga adalah faktor yang mungkin berpengaruh terhadap kemunculan penyakit-penyakit zoonosis dan merupakan bagian dari konsep ‘one health’.

Visi ke depan

Ketergantungan dan kompleksitas dunia ini menuntut suatu pemikiran baru dan visi ke depan tentang konsep ‘one health’. Konsep ini harus diusahakan untuk lebih dipahami oleh kedua disiplin secara bersama-sama dan tentunya dengan menyakinkan semua pihak tanpa terkecuali. Dalam International Ministerial Conference on Avian and Pandemic Influenza di New Delhi, India akhir tahun 2007 yang lalu, konsep ‘one health’ kembali diangkat dan dianalisa lebih lanjut bahwa dunia harus mengadopsi konsep ini untuk mampu keluar dari krisis penyakit zoonosis yang baru muncul dan muncul kembali (emerging and re-emerging diseases).

Pemahaman tentang konsep ‘one health’ tentunya bukan hanya berarti lebih berhubungan dekat satu sama lain, akan tetapi membutuhkan pemikiran ulang baru yang mendalam di tataran strategi operasional. Untuk mengeksploitasi keseluruhan sinergisme di antara kesehatan manusia dan hewan, diperlukan kerjasama yang erat di semua tingkat mulai dari organisasi internasional, pemerintah, riset dan teknologi, sistem kesehatan dan pendidikan.

Sudah barang tentu apa yang dicita-citakan diatas harus mendorong profesi dokter hewan untuk mengambil peran di depan untuk memastikan kedua belah pihak menerima konsep tersebut dan dengan tujuan sentral untuk meningkatkan kesehatan manusia, hewan dan lingkungan secara global. Lonie J. King (2008), seorang pakar epidemiologi mengatakan: “Kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat adalah suatu rangkaian kesatuan (continuum); kita tidak harus melihatnya sebagai sistem terpisah”.

Tata Naipospos

Ketua Badan Pengurus CIVAS
Bekerja di OIE Regional Coordination Unit
69/1 Phaya Thai Road, Ratchathewi
Bangkok 10400, THAILAND
Tel: +66 2 653 4864
Fax: +66 2 653 4904
Mobile: +66 811314032
E-mail: t.naipospos@ oie.int
Website: www.seafmd-rcu. oie.int

Tinggalkan Balasan

Anda harus masuk log untuk mengirim sebuah komentar.

Rintis Konsep “One Health” Untuk Melawan Penyakit Zoonosis

by boghen time to read: 6 min
0