Vets for a Better Life
Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies
Thursday, 28 March 2024
1545017669448-5c19cf8aab12ae16bb61e455
Sumber: imakahi-unair.blogspot.com

Dunia Veteriner Indonesia di Era Industri 4.0

Kamis, 31 Januari 2019

Dunia saat ini telah memasuki era digital dan perangkat internet dalam kehidupan manusia sehari-hari. Seakan tidak ada lagi batas ruang dan waktu dalam segala hal, bahkan untuk urusan yang bersifat pribadi. Masyarakat mendapat banyak kemudahan dalam mengakses informasi, membeli produk tanpa harus datang ke toko, rumah makan, memesan tiket, hotel dalam dan luar negeri cukup dengan menekankan jari pada perangkat komunikasi kita (telepon pintar/laptop/dll). Bahkan untuk pembayaran tidak perlu lagi membawa uang berlebihan, cukup mengandalikan perangkat elektronik yang ada. Sedemikian dimudahkannya kehidupan manusia saat ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,bagaimana dengan kesehatan diri sendiri ataupun hewan mereka? Apakah cukup juga dengan menggunakan fasilitas internet untuk melakukan pengobatan apabila sakit?

 

Dokter Hewan Indonesia di Era Industri 4.0

Dunia veteriner Indonesia mau tidak mau juga harus dapat mengikuti perkembangan zaman ini dalam menjamin kesehatan hewan dan produknya untuk menyejahterakan (Manusya Mriga Satwa Sewaka). Namun demikian urusan kesehatan hewan seperti halnya kesehatan manusia tetap membutuhkan kehadiran fisik dokter hewan dalam melakukan diagnosis dan keputusan terapi yang sesuai untuk kondisi hewan. Apa saja yang menjadi hambatan dan tantangan dunia veteriner Indonesia saat ini menghadapi era 4.0 ini? Setidaknya ada 2 hal yang menjadi kendala utama dunia veteriner saat ini yaitu pertama aspek perundang-undangan atau peraturan dan kedua kelembagaan urusan veteriner.

Untuk aspek perundang-undangan dunia veteriner Indonesia saat ini hanya memiliki Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 jo. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 sebagai undang-undang utama yang mengatur urusan veteriner (khususnya ternak). Walaupun ada beberapa undang-undang yang terkait dengan urusan veteriner antara lain Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1996 Tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, undang-undang terkait satwa liar, dan peraturan-peraturan turunannya. Undang-undang atau peraturan-peraturan tersebut belum sepenuhnya dapat memfasilitasi urusan veteriner dari aspek kelembagaan, pengelolaan kesehatan hewan yang hidup di air, darat dan udara, termasuk penyakit-penyakit yang berdampak pada ekonomi maupun kesehatan masyarakat (zoonosis).

Demikian pula aturan yang komprehensif bagi tenaga veteriner yang belum ada, sehingga munculnya sengketa urusan veteriner sering tidak terselesaikan secara baik berdasarkan hukum yang lebih sesuai. Undang-undang bidang veteriner yang ada juga belum mengantisipasi perkembangan revolusi industri 4.0. Saat ini, pemerintah telah memiliki sistem informasi kesehatan hewan nasional berbasis internet/jaringan telekomunikasi
(i-SHIKNAS) dan masih dikembangkan agar dapat menjadi jejaring pengendalian penyakit yang lebih efektif.

Kendala ke dua adalah kelembagaan yang mengurus veteriner (lembaga otoritas veteriner) dari tingkat nasional hingga kabupaten/kota masih tidak seragam. Saat ini yang ada adalah pejabat otoritas veteriner yang tergantung pada posisi eselon/kewenangan mengambil keputusan pada masing-masing daerah sebagai konsekuensi urusan veteriner tidak merupakan urusan wajib baik di pemerintahan pusat hingga daerah. Kondisi ini sering menjadi kendala bagi para insan medis veteriner untuk memprogramkan dan bertindak cepat dengan dukungan yang memadai, apabila ada kasus-kasus wabah penyakit hewan termasuk zoonosis di darah. Situasi ini masih terkait dengan dengan peraturan tentang kewenangan dalam menentukan status wabah di sektor hewan/ternak di daerah yang juga mesih ditetapkan oleh Menteri Pertanian, sementara untuk wabah penyakit pada manusia dapat ditetapkan oleh pimpinan daerah (Bupati/Walikota/Gubernur).

Di samping kendala, ada tantangan bagi dunia veteriner Indonesia saat ini diantaranya tenaga dokter hewan/medis veteriner dan kompetensi yang harus selalu mengikuti perkembangan. Jumlah tenaga dokter hewan di Indonesia saat ini lebih kurang 13.000 orang dengan bidang kerja yang sangat beragam, mulai dari swasta, pemerintah, maupun lembaga swadaya masyarakat. Selain itu, sekarang masih belum diketahui secara pasti populasi hewan (ternak, hewan liar, hewan kesayangan, satwa air, dll.) di Indonesia. Disatu sisi, dari lembaga pemerintahan saat ini tidak semua kabupaten/kota di Indonesia memiliki tenaga dokter hewan untuk mengelola kesehatan hewan dan produknya di wilayah masing-masing. Sementara tenaga dokter hewan di Indonesia yang dihasilkan oleh 11 Fakultas Kedokteran Hewan/Program Studi Kedokteran Hewan per tahun mencapai kurang lebih 700-800 orang.

Jumlah tenaga dokter hewan ini juga masih harus dibagi sebagai tenaga kerja untuk sektor swasta (poultry/perunggasan paling banyak), mandiri, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) konservasi, dan berbagaibidang kerja lainnya. Jumlah lulusan dokter hewan diharapkan dapat meningkat dengan penambahan perguruan tinggi kedokteran hewan di Indonesia secara proporsional, bersamaan dengan keseragaman kualitas lulusan. Saat ini telah disusun naskah akademik tentang peraturan Pendidikan Tinggi Kedokteran Hewan Indonesia (PTKHI) oleh Direktorat Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) bekerjasama dengan Asosiasi Fakultas Kedokteran Hewan Indonesia (AFKHI), dan Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) untuk mengatur penyelenggaraan pendidikan dokter hewan Indonesia termasuk aspek kualitas di dalamnya.

Tantangan lain adalah perkembangan keilmuan dan keterampilan di dunia veteriner yang secara globalsemakin menuntut untuk mengikuti perkembangan kesehatan hewan di dunia. Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) telah memberikan panduan tentang kompetensi dokter hewan saat lulus (one day competencies). Semakin meningkatnya kebutuhan dokter hewan terutama di bidang satwa liar, epidemiologis, kesejahteraan hewan, dan produk pangan asal hewan membuat peningkatan pengetahuan dan keterampilan dokter hewan merupakan sebuah keharusan.

Di sisi lain, fasilitas telekomunikasi yang berkembang di era Industri 4.0 mengharuskan lembaga pendidikan dan PDHI harus dapat menyiapkan dokter hewan milenial tanpa melanggar etika, kode etik dan peraturan yang berlaku. Pemanfaatan teknologi masih harus difasilitasi dengan aturan internal organisasi profesi agar secara etik dan kode etik tindakan dokter hewan tetap dipertanggungjawabkan profesional dan sesuai hukum yang berlaku.

Saat ini profesi dokter hewan Indonesia lebih dikenal oleh masyarakat daripada beberapa dekade yang lalu.Sebagian masyarakat telah menggunakan jasa dokter hewan dalam mengelola kesehatan hewan yang dimiliki pada skala perusahaan/industri maupun perorangan. Hadirnya dokter hewan baru yang memiliki motivasi tinggi menekuni profesi dokter hewan dan generasi milenial yang terbiasa dengan dunia telekomunikasi modern adalah potensi bagi profesi ini untuk berkembang mengikuti era industri 4.0 saat ini dan masa mendatang. Kemudahan belajar melalui media internet (webinar/workshop online), informasi buku-buku dan jurnal ilmiah elektronik yang mudah diakses, serta informasi pelatihan/pelatihan keterampilan di berbagai daerah di dalam dan di luar negeri menjadikan para dokter hewan masa kini akan semakin meningkatkan kompetensinya mengikuti perkembangan zaman. Dukungan kerjasama saling menguntungkan dengan industri juga akan bersinergi untuk mengembangkan dunia veteriner Indonesia.

 

Dukungan Terhadap Kebijakan Pemerintah

Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) harus mampu menjadi mitra yang saling menguntungkan bagi pemerintah dan swasta untuk membangun dunia veteriner dan tetap menjaga independensi sebagai organisasi profesi yang terikat kaidah etika dan kode etik yang dimiliki. Pemerintah pada beberapa tahun terakhir fokus untuk meningkatkan populasi ternak sapi potong, perandokter hewan selama ini telah memberikan pengobatan gangguan reproduksi dan inseminasi buatan.

Selain secara teknis membantu kelancaran program penanganan gangguan reproduksi dan Upsus Siwab (Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting), melali Organisasi Non Teritorial (ONT) PDHI yaitu Asosiasi Medik Reproduksi Veteriner Indonesia (Amervi) terlibat dalam penyusunan Standar Operasional Prosedur Program tersebut serta kebijakan pembibitan. Keterlibatan PDHI dalam pelaksanaan One Health sebagai gerakan untuk secara komprehensif menjaga kesehatan hewan, manusia, dan lingkungan juga akan selalu dilakukan dengan mensinergikan kegiatan dengan organisasi profesi terkait.

Kedepan PDHI akan selalu bersinergi dengan pemerintah dan swasta untuk semakin memajukan pengembangan populasi dan kesehatan hewan beserta produknya di Indonesia. Sumber daya dokter hewan Indonesia akan selalu siap dengan perkembangan zaman khususnya di era industri 4.0 ini. Selalu meningkatkan kompetnsi dokter hewan dan menguatkan kelembagaan otoritas veteriner untuk menjamin pembangunan veteriner lebih baik, sehingga dapat mendukung secara maksimal kesehatan dan kesejahtaraan masyarakat Indonesia. (Drh Muhammad Munawaro MM, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia)

 

Sumber: Trobos Edisi 232/Tahun XX/Januari 2019

Dunia saat ini telah memasuki era digital dan perangkat internet dalam kehidupan manusia sehari-hari. Seakan tidak ada lagi batas ruang dan waktu dalam segala hal, bahkan untuk urusan yang bersifat pribadi. Masyarakat mendapat banyak kemudahan dalam mengakses informasi, membeli produk tanpa harus datang ke toko, rumah makan, memesan tiket, hotel dalam dan luar negeri cukup dengan menekankan jari pada perangkat komunikasi kita (telepon pintar/laptop/dll). Bahkan untuk pembayaran tidak perlu lagi membawa uang berlebihan, cukup mengandalikan perangkat elektronik yang ada. Sedemikian dimudahkannya kehidupan manusia saat ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,bagaimana dengan kesehatan diri sendiri ataupun hewan mereka? Apakah cukup juga dengan menggunakan fasilitas internet untuk melakukan pengobatan apabila sakit?

 

Dokter Hewan Indonesia di Era Industri 4.0

Dunia veteriner Indonesia mau tidak mau juga harus dapat mengikuti perkembangan zaman ini dalam menjamin kesehatan hewan dan produknya untuk menyejahterakan (Manusya Mriga Satwa Sewaka). Namun demikian urusan kesehatan hewan seperti halnya kesehatan manusia tetap membutuhkan kehadiran fisik dokter hewan dalam melakukan diagnosis dan keputusan terapi yang sesuai untuk kondisi hewan. Apa saja yang menjadi hambatan dan tantangan dunia veteriner Indonesia saat ini menghadapi era 4.0 ini? Setidaknya ada 2 hal yang menjadi kendala utama dunia veteriner saat ini yaitu pertama aspek perundang-undangan atau peraturan dan kedua kelembagaan urusan veteriner.

Untuk aspek perundang-undangan dunia veteriner Indonesia saat ini hanya memiliki Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 jo. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 sebagai undang-undang utama yang mengatur urusan veteriner (khususnya ternak). Walaupun ada beberapa undang-undang yang terkait dengan urusan veteriner antara lain Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1996 Tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, undang-undang terkait satwa liar, dan peraturan-peraturan turunannya. Undang-undang atau peraturan-peraturan tersebut belum sepenuhnya dapat memfasilitasi urusan veteriner dari aspek kelembagaan, pengelolaan kesehatan hewan yang hidup di air, darat dan udara, termasuk penyakit-penyakit yang berdampak pada ekonomi maupun kesehatan masyarakat (zoonosis).

Demikian pula aturan yang komprehensif bagi tenaga veteriner yang belum ada, sehingga munculnya sengketa urusan veteriner sering tidak terselesaikan secara baik berdasarkan hukum yang lebih sesuai. Undang-undang bidang veteriner yang ada juga belum mengantisipasi perkembangan revolusi industri 4.0. Saat ini, pemerintah telah memiliki sistem informasi kesehatan hewan nasional berbasis internet/jaringan telekomunikasi
(i-SHIKNAS) dan masih dikembangkan agar dapat menjadi jejaring pengendalian penyakit yang lebih efektif.

Kendala ke dua adalah kelembagaan yang mengurus veteriner (lembaga otoritas veteriner) dari tingkat nasional hingga kabupaten/kota masih tidak seragam. Saat ini yang ada adalah pejabat otoritas veteriner yang tergantung pada posisi eselon/kewenangan mengambil keputusan pada masing-masing daerah sebagai konsekuensi urusan veteriner tidak merupakan urusan wajib baik di pemerintahan pusat hingga daerah. Kondisi ini sering menjadi kendala bagi para insan medis veteriner untuk memprogramkan dan bertindak cepat dengan dukungan yang memadai, apabila ada kasus-kasus wabah penyakit hewan termasuk zoonosis di darah. Situasi ini masih terkait dengan dengan peraturan tentang kewenangan dalam menentukan status wabah di sektor hewan/ternak di daerah yang juga mesih ditetapkan oleh Menteri Pertanian, sementara untuk wabah penyakit pada manusia dapat ditetapkan oleh pimpinan daerah (Bupati/Walikota/Gubernur).

Di samping kendala, ada tantangan bagi dunia veteriner Indonesia saat ini diantaranya tenaga dokter hewan/medis veteriner dan kompetensi yang harus selalu mengikuti perkembangan. Jumlah tenaga dokter hewan di Indonesia saat ini lebih kurang 13.000 orang dengan bidang kerja yang sangat beragam, mulai dari swasta, pemerintah, maupun lembaga swadaya masyarakat. Selain itu, sekarang masih belum diketahui secara pasti populasi hewan (ternak, hewan liar, hewan kesayangan, satwa air, dll.) di Indonesia. Disatu sisi, dari lembaga pemerintahan saat ini tidak semua kabupaten/kota di Indonesia memiliki tenaga dokter hewan untuk mengelola kesehatan hewan dan produknya di wilayah masing-masing. Sementara tenaga dokter hewan di Indonesia yang dihasilkan oleh 11 Fakultas Kedokteran Hewan/Program Studi Kedokteran Hewan per tahun mencapai kurang lebih 700-800 orang.

Jumlah tenaga dokter hewan ini juga masih harus dibagi sebagai tenaga kerja untuk sektor swasta (poultry/perunggasan paling banyak), mandiri, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) konservasi, dan berbagaibidang kerja lainnya. Jumlah lulusan dokter hewan diharapkan dapat meningkat dengan penambahan perguruan tinggi kedokteran hewan di Indonesia secara proporsional, bersamaan dengan keseragaman kualitas lulusan. Saat ini telah disusun naskah akademik tentang peraturan Pendidikan Tinggi Kedokteran Hewan Indonesia (PTKHI) oleh Direktorat Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) bekerjasama dengan Asosiasi Fakultas Kedokteran Hewan Indonesia (AFKHI), dan Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) untuk mengatur penyelenggaraan pendidikan dokter hewan Indonesia termasuk aspek kualitas di dalamnya.

Tantangan lain adalah perkembangan keilmuan dan keterampilan di dunia veteriner yang secara globalsemakin menuntut untuk mengikuti perkembangan kesehatan hewan di dunia. Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) telah memberikan panduan tentang kompetensi dokter hewan saat lulus (one day competencies). Semakin meningkatnya kebutuhan dokter hewan terutama di bidang satwa liar, epidemiologis, kesejahteraan hewan, dan produk pangan asal hewan membuat peningkatan pengetahuan dan keterampilan dokter hewan merupakan sebuah keharusan.

Di sisi lain, fasilitas telekomunikasi yang berkembang di era Industri 4.0 mengharuskan lembaga pendidikan dan PDHI harus dapat menyiapkan dokter hewan milenial tanpa melanggar etika, kode etik dan peraturan yang berlaku. Pemanfaatan teknologi masih harus difasilitasi dengan aturan internal organisasi profesi agar secara etik dan kode etik tindakan dokter hewan tetap dipertanggungjawabkan profesional dan sesuai hukum yang berlaku.

Saat ini profesi dokter hewan Indonesia lebih dikenal oleh masyarakat daripada beberapa dekade yang lalu.Sebagian masyarakat telah menggunakan jasa dokter hewan dalam mengelola kesehatan hewan yang dimiliki pada skala perusahaan/industri maupun perorangan. Hadirnya dokter hewan baru yang memiliki motivasi tinggi menekuni profesi dokter hewan dan generasi milenial yang terbiasa dengan dunia telekomunikasi modern adalah potensi bagi profesi ini untuk berkembang mengikuti era industri 4.0 saat ini dan masa mendatang. Kemudahan belajar melalui media internet (webinar/workshop online), informasi buku-buku dan jurnal ilmiah elektronik yang mudah diakses, serta informasi pelatihan/pelatihan keterampilan di berbagai daerah di dalam dan di luar negeri menjadikan para dokter hewan masa kini akan semakin meningkatkan kompetensinya mengikuti perkembangan zaman. Dukungan kerjasama saling menguntungkan dengan industri juga akan bersinergi untuk mengembangkan dunia veteriner Indonesia.

 

Dukungan Terhadap Kebijakan Pemerintah

Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) harus mampu menjadi mitra yang saling menguntungkan bagi pemerintah dan swasta untuk membangun dunia veteriner dan tetap menjaga independensi sebagai organisasi profesi yang terikat kaidah etika dan kode etik yang dimiliki. Pemerintah pada beberapa tahun terakhir fokus untuk meningkatkan populasi ternak sapi potong, perandokter hewan selama ini telah memberikan pengobatan gangguan reproduksi dan inseminasi buatan.

Selain secara teknis membantu kelancaran program penanganan gangguan reproduksi dan Upsus Siwab (Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting), melali Organisasi Non Teritorial (ONT) PDHI yaitu Asosiasi Medik Reproduksi Veteriner Indonesia (Amervi) terlibat dalam penyusunan Standar Operasional Prosedur Program tersebut serta kebijakan pembibitan. Keterlibatan PDHI dalam pelaksanaan One Health sebagai gerakan untuk secara komprehensif menjaga kesehatan hewan, manusia, dan lingkungan juga akan selalu dilakukan dengan mensinergikan kegiatan dengan organisasi profesi terkait.

Kedepan PDHI akan selalu bersinergi dengan pemerintah dan swasta untuk semakin memajukan pengembangan populasi dan kesehatan hewan beserta produknya di Indonesia. Sumber daya dokter hewan Indonesia akan selalu siap dengan perkembangan zaman khususnya di era industri 4.0 ini. Selalu meningkatkan kompetnsi dokter hewan dan menguatkan kelembagaan otoritas veteriner untuk menjamin pembangunan veteriner lebih baik, sehingga dapat mendukung secara maksimal kesehatan dan kesejahtaraan masyarakat Indonesia. (Drh Muhammad Munawaroh MM, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia)

Tinggalkan Balasan

Anda harus masuk log untuk mengirim sebuah komentar.

Dunia Veteriner Indonesia di Era Industri 4.0

by Patricia Noreva time to read: 9 min
0