Virus Flu Burung Jenis Baru Ditemukan di Indonesia
Jumat, 6 Juli 2018
Jakarta – Virus flu burung jenis baru ditemukan di Indonesia, yaitu virus avian influenza subtipe H9N2. Virus ini termasuk dalam kelompok Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) atau patogenik flu burung ringan yang tidak membahayakan manusia.
Meski begitu, infeksi virus ini mengakibatkan hambatan pertumbuhan dan fertilitas unggas serta penurunan produksi. Ayam petelur yang terinfeksi virus ini produksinya bisa menurun hingga 70 persen.
Kepala Subdirektorat Standardisasi dan Mutu Ternak Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak Kementerian Pertanian (Kementan RI) Boethdy Angkasa menuturkan, temuan virus ini berawal dari laporan peternak ayam petelur di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan pada Desember 2016.
“Pada kurun waktu 3-14 hari, mortalitas rata-rata di bawah 5 persen dan terjadi penurunan produksi telur antara 50 persen hingga 78 persen,” ujarnya dalam seminar nasional perunggasan (5/7). Seminar ini diselenggarakan oleh Kementan dan Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO ECTAD).
Dari laporan tersebut, investigasi kemudian dilakukan oleh Balai Besar Veteriner di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan bersama laboratorium Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BPMSOH) Bogor serta Laboratorium rujukan avian influenza nasional Balai Besar Vateriner Wates.
Dari hasil pengujian ditemukan adanya tanda klinis dan patologis pada ayam, seperti gangguan pernapasan, muka bengkak, sianosis (membiru karena kurang oksigen) pada pial dan jengger, feses berwarna kehijauan, penurunan nafsu makan, dan tubuh lesu. Selain itu, terjadi abnormal pada telur yang dihasilkan, yaitu ukuran kecil, cangkang tipis, dan mudah pecah.
Sementara, dari pengujian Polymerase Chain Reaction (PCR) diketahui adanya positif infeksi virus avian influenza jenis H9N2. Investigasi lanjutan dilakukan pada sentra peternakan unggas komersial di Jawa Timur.
Investigasi kasus penyakit dilakukan Balai Besar Veteriner Wates pada 59 sentra peternakan unggas komersial di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta pada 22-26 Januari 2018. Dari investigasi itu 27 peternakan teridentifikasi kasus.
Biosekuriti
Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor I Wayan Teguh Wibawan berpendapat, penerapan biosekuriti pada peternakan efektif mencegah terpaparnya unggas dari bakteri dan virus, termasuk virus H9N2. Biosekuriti yang dilakukan meliputi pemagaran; melarang orang lain, termasuk pembeli telur masuk kandang; mewajibkan karyawan mandi dan mengganti alas kaki saat akan masuk peternakan; serta membersihkan wadah pangan dan minum tiap hari.
Salah satu yang sudah menerapkan konsep biosekuriti adalah Robby Susanto, pemilik peternakan Renaa Farm di Solo, Jawa Tengah. Dengan jenis peternakan besar, yaitu dengan jumlah ayam sebanyak 100.000 ekor, Robby malah sudah menerapkan konsep biosekuriti tiga zona. Dengan biosekuriti tiga zona, peternakan dibagi tiga area, yaitu area zona merah, kuning, dan hijau.
Pada zona merah, merupakan area di luar peternakan yang paling kotor yang biasanya digunakan sebagai tempat parkir dan meletakkan alas kaki karyawan. Zona kuning, zona transisi sebelum orang masuk ke kandang. Perlu dipastikan orang yang masuk ke zona kuning sudah mandi dan berganti baju. Tempat penyimpanan telur juga berada di zona kuning. Kemudian pada zona hijau, merupakan area paling steril tempat kandang ayam berada.
“Elemen penting dari biosekuriti, yakni isolasi, kontrol pergerakan, sanitasi, pembersihan, dan disinfeksi. Selain mengurangi risiko penyakit pada ternak, konsep ini juga berhasil meningkatkan produksi,” ujarnya.
Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Fadjar Sumping menegaskan, pemerintah akan terus meningkatkan kesadaran peternak terhadap kesehatan hewan ternaknya. Saat ini, sedang dirancang protokol darurat secara lebih rinci terkait prosedur dan penanganan langsung jika ditemukan pandemik penyakit pada unggas. Selain itu, dibangun pula pusat kesehatan hewan di sejumlah daerah.
“Kami juga berikan edukasi terkait penerapan biosekuriti di peternakan. Harapannya, mulai dari peternakan skala kecil hingga besar bisa menerapkan biosekuriti untuk meminimalisir paparan virus dan bakteri yang masuk,” katanya. (Deonisia Arlinta)
Sumber: Kompas.id