Dukacita Menyelimuti Kematian Badak Sumatera ‘Torgamba’
Selasa, 26 April 2011
Torgamba, badak Sumatera jantan dewasa yang diperkirakan berumur 32 tahun, meninggal pada hari Sabtu (23/4) di Suaka Rhino Sumatera (SRS), Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Lampung Timur, menyusul memburuknya kondisi kesehatannya akibat penyakit ginjal kronis.
Internasional Rhino Foundation (IRF) bersama dengan staf SRS berduka cita atas kematian Torgamba. “Staf SRS sangat sedih,” kata Direktur Eksekutif Yayasan Badak Indonesia (YABI), Widodo Ramono, yang bertanggung jawab atas operasional harian SRS. “Sangat sulit diungkapkan dalam kata-kata keterikatan yang telah terbentuk selama sekian tahun ini. Ini merupakan kehilangan yang sangat besar, terutama bagi keeper dan staf kesehatan hewan yang selama ini merawat Torgamba.”
Torgamba merupakan badak Sumatera liar pertama yang menjadi bagian dari usaha internasional pengembangbiakan badak Sumatera. Pada bulan November 1985, Torgamba diselamatkan oleh sebuah organisasi yang saat itu bekerja untuk menangkap badak yang keluar dari wilayahnya menggunakan perangkap jatuh yang dirancang khusus untuk menghindari terjadinya perlukaan pada hewan. Torgamba merupakan badak pertama yang ditangkap melalui program kerjasama antara pemerintah Indonesia, kebun binatang internasional, dan lembaga swadaya masyarakat yang bertujuan untuk mempelajari dan mengembangbiakkan badak Sumatera di penangkaran. Tujuan akhirnya adalah untuk memperbaiki populasi yang ada di liar. Segera setelah ditangkap, Torgamba dikirim ke Port Lympne Wild Animal Park di Inggris dan disana dia hidup selama 11 tahun. Torgamba sangat dicintai oleh staf dan pengunjung kebun binatang tersebut dan dimuat dalam buku “The Rhinoceros” karangan pemilik kebun binatang John Aspinall. Di sana, Torgamba dipasangkan dengan dua badak Sumatera betina namun gagal bereproduksi karena keduanya menderita masalah kesehatan.
Awal tahun 1998 Torgamba dipulangkan ke Indonesia dan ditempatkan di SRS yang saat itu baru selesai dibangun. SRS, yang merupakan hasil kerjasama IRF dengan pemerintah Indonesia, bertujuan untuk memfasilitasi penelitian dan program perkembangbiakan badak secara intensif yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan populasi badak Sumatera. Di SRS badak ditempatkan dalam wilayah hutan terbuka yang luas dimana mereka dapat menikmati habitat alaminya namun juga dapat memperoleh perawatan kesehatan dan nutrisi yang baik.
Sebagaimana badak Sumatera di alam liar, Torgamba menghabiskan sebagian besar besar waktunya memakan ranting, daun, dan semak yang tumbuh dalam kandangnya yang berukuran 25 acre. Meskipun Torgamba telah dikawinkan berkali-kali dengan dua badak betina yang ada di SRS, yaitu Bina dan Ratu, namun usaha tersebut tidak membuahkan hasil.
Setelah bertahun-tahun pengobatan untuk menangani penyakit kronisnya, dan berbagai usaha lain dari keeper dan staf kesehatan hewan yang juga berkonsultasi dengan ahli badak international, Torgamba akhirnya meninggal pada 7.30 EST hari Sabtu. Dokter hewan dan staf di SRS telah bekerja selama beberapa bulan terakhir tanpa henti agar Torgamba dapat melewatkan sisa waktunya senyaman mungkin.
Sebuah nekrospi akan dilakukan dengan melibatkan ahli patologi Indonesia dan Australia. Hasilnya baru akan diperoleh dalam beberapa minggu lagi.
SRS saat ini masih memiliki 1 badak jantan hasil penangkaran (Andalas) dan 3 badak betina lainnya. Pada tahun 2010, badak betina Ratu sudah 2 kali bunting setelah kawin dengan Andalas, namun kedua-duanya keguguran. Ada harapan yang tinggi bahwa Ratu akan segera bunting lagi.
IRF sangat berterima kasih kepada semua teman dan donor yang telah membantu menyokong Torgamba dan SRS selama ini, terutama kepada “orang tua angkat” yang telah menyediakan dana bagi perawatan Torgamba selama dia hidup.
Sumber : IRF [edit]