Sabtu, 30 Mei 2009      Login | Register

Pembibitan Unggas Terancam

MEDAN(SINDO) – Kenaikan harga pakan ternak yang mencapai 40% dalam tiga bulan terakhir mengakibatkan pengusaha pembibitan unggas di Sumut terancam gulung tikar. Pasalnya, biaya produksi perusahaan jauh lebih tinggi dibandingkan nilai jual day old chicken (DOC).
Penasihat Gabungan Perusahaan Pembibitan Usaha (GPPU) IGK Sastrawan mengatakan,saat ini harga jual DOC hanya berkisar Rp 2.200 per ekor, sementara ongkos produksi untuk setiap ekor DOC telah mencapai Rp2.800. ”Sejak awal tahun harga pakan ternak naik drastis. Dalam waktu empat bulan terakhir ini saja, sudah terjadi tiga kali kenaikan harga. Makanya, pengusaha pembibitan di Sumut semakin terjepit sekarang ini,” kata Sastrawan kepada SINDO, kemarin.

Menurut Sastrawan, perusahaan pembibitan dengan kapasitas produksi kecil dipastikan tidak akan mampu bertahan jika harga pakan terus bertahan naik hingga tahun depan. Sementara perusahaan dengan kapasitas produksi lebih besar dapat melakukan efisiensi biaya. Dia mengatakan, pemerintah harus segera mencari solusi untuk mengatasi permasalahan kenaikan harga pakan ini, baik dengan meningkatkan produksi jagung dalam negeri maupun solusi lainnya.
Sebab, kalau perusahaan pembibitan gulung tikar, pembudi daya ternak dan pengusaha pakan ternak juga akan terkena imbasnya. ”Kalau bibit ternak langka, pembudi daya ternak tidak bisa mengembangkan usaha miliknya. Kalau sudah begitu, siapa yang akan menyerap produksi dari perusahaan pakan ternak? Jadi, pemerintah harus turun tangan karena dampak penutupan perusahaan akan menyebabkan multiplier effect,”jelasnya.
Kasubdis Agrobisnis dan Agro Industri Dinas Peternakan Sumut Harapan Hutahuruk membenarkan kesulitan yang sedang dihadapi pengusaha pembibitan unggas.Bahkan menurut dia, pada tahun beberapa pengusaha kecil akan bangkrut. Di Sumut terdapat tujuh perusahaan yang mengembangkan bibit unggas. Harapan menjelaskan, kurangnya minat masyarakat mengonsumsi daging ayam juga memberikan kontribusi keterpurukan pengusaha.
Sementara itu, Bagian Pengadaan PT Charoen Phokpand Indonesia Adi Laksamana mengatakan, kenaikan harga pakan ternak disebabkan kenaikan harga bahan baku jagung di pasaran internasional. ”Kami juga bingung melihat harga jagung yang terus naik di pasaran internasional. Oleh karena itu, alternatif terakhir yang kami lakukan adalah dengan menaikkan harga jual.Sebab, 90% biaya produksi dihabiskan untuk membeli bahan baku,” ujar Adi.
Menurut dia, untuk menjaga pasar, tidak jarang perusahaannya memberikan subsidi harga jual kepada pembibit maupun peternak.”Kadang kami tidak mendapatkan laba dalam memasarkan pakan ternak,” tuturnya. Langkah ini, tutur Adi, ditempuh guna membantu pengusaha pembibitan ataupun pembudi daya. Sebab, kalau pengusaha pembudi daya atau pembibitan ternak gulung tikar, keberlangsungan perusahaan pakan juga terancam. Adi mengatakan, setiap bulan perusahaannya mampu memasok sekitar 30.000–35.000 ton pakan ternak ke wilayah NAD, Sumut, Riau, dan Sumatera Barat.Sementara itu,untuk di Sumut sendiri Charoen memiliki market share hingga 40%. (ulfa andriani)
sumber: kompas