Digigit Anjing Rabies, Tujuh KK Miskin di Tukadaya Kesulitan Beli VAR
Jumat, 27 Maret 2015
Negara, Bali – Anjing positif rabies mengamuk dan menggigit tujuh orang warga di Desa Tukadaya, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana sejak hari Kamis (26/3/2015). Sebelumnya, kejadian ini terjadi di wilayah Kecamatan Negara. Korban rata-rata digigit anjing positif rabies di bagian kaki dan tangan. Bahkan korban gigitan anjing rabies di desa ini kebanyakan warga kurang mampu sehingga mereka kesulitan untuk membeli Vaksin Anti Rabies (VAR) dengan harga yang relatif cukup mahal. Korban terpaksa membeli VAR sendiri karena stok di Puskesmas dan RSUD Negara sedang kosong.
Salah seorang korban gigitan anjing, Ni Ketut Budi Artini mengatakan mereka juga terpaksa meminjam uang Rp 356 ribu untuk membeli vaksin. Nyoman Kaiwa, keluarga nenek Ni Nyoman Badri, korban gigitan anjing rabies juga mengeluhkan mahalnya harga vaksin anti rabies ini. “Ketika
sampai di Puskesmas juga harga vaksinnya mahal. Terpaksa kami cari uang pulang dan kembali, baru mendapatkan suntikan. Kemarin beli obat Rp 360 ribu rupiah,” jelasnya.
Kepala Desa Tukadaya Made Budi Utama mengakui masyarakatnya yang menjadi korban gigitan anjing rabies mengeluh kesulitan mencari vaksinasi rabies. Bahkan lantaran beberapa korban merupakan warga kurang mampu dan tidak mempunyai biaya untuk membeli VAR, mereka terpaksa menunda pengobatan.
Tujuh korban gigitan anjing rabies di Desa Tukadaya ini rata-rata baru mendapatkan pengobatan VAR sekali sampai dua kali dari jadwal yang seharusnya empat kali. Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jembrana, dr. Putu Suasta menjelaskan, saat ini jumlah VAR diperlukan setiap bulannya minimal 60 vial untuk pasien yang digigit hewan positif rabies.
Sejatinya, pihaknya telah mengajukan untuk pengadaan VAR dalam tiga bulan ke depan, namun tersendat oleh perubahan sistem lantaran harga VAR tahun ini masuk ke dalam e-katalog yang dijadikan dasar untuk pengadaan barang. Dalam e-katalog tersebut lanjut Suasta harganya jauh di bawah harga pasaran sehingga pihak distributor dalam hal ini Biofarma belum bisa menerima harga VAR yang sangat rendah dalam e-katalog tersebut.
Di pasaran katanya saat ini harga VAR yang didistribusikan Biofarma mencapai Rp 140.000 per vial sementara dalam e-katalog seharga Rp 78.000 per vial. Perbedaan harga inilah yang mengakibatkan pihak distributor enggan melayani pembelian dengan dana APBD lantaran harganya yang terlalu rendah. Lanjut Suasta, dalam APBD 2015 telah tersedia anggaran pembelian VAR sebesar Rp 550 juta yang dapat membeli VAR sekitar 4.000 vial untuk kebutuhan 10 bulan kedepan dan pada anggaran perubahan akan ditambahkan agar mencukupi kebutuhan sampai April 2016. (witari/denpost)
Sumber: Balipost.com, Nusabali.com