Derita Peternak Unggas Kalimantan Barat
Rabu, 16 Februari 2011
Pontianak – Peternak unggas di Kalimantan Barat seperti tak henti didera persoalan. Setelah merebak serangan virus flu burung, kini muncul persoalan baru penyelundupan anak ayam umur sehari atau DOC dari Malaysia.
“Saya rugi sekitar Rp 120 juta akibat kematian 5.000 ekor unggas yang saya budidayakan. Serangan virus flu burung sangat cepat dan ganas. Dalam satu malam, 1.000 ayam mati di kandang,” ujar Muhari Yanuar (35), peternak ayam di Mempawah, Kabupaten Pontianak.
Kematian unggas akibat flu burung adalah salah satu persoalan yang menghantui pembudidaya ayam. Di Mempawah, Kabupaten Pontianak, dalam dua minggu ini setidaknya sudah ada 25.000 ekor unggas yang mati mendadak. Dari pemeriksaan sampel darah diketahui, unggas-unggas itu positif terinfeksi virus flu burung.
Tak hanya peternak kecil seperti kami, peternakan besar di Pontianak pun banyak yang kena flu burung. “Hanya saja, mereka bisa sangat cepat membereskan kematian unggas itu dalam semalam sehingga tampak tidak terkena flu burung dan tidak terdata,” ujar Muhari.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kalimantan Barat, Abdul Manaf Mustafa menduga, virus flu burung itu terbawa oleh unggas dari luar pulau.
“Karantina pertanian hanya bisa mengawasi peredaran unggas di pelabuhan dan pintu-pintu resmi masuk ke Kalimantan Barat, sementara ada puluhan pelabuhan rakyat di sepanjang Sungai Kapuas yang bisa menjadi tempat masuk unggas dari luar pulau,” kata Manaf.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kalimantan Barat sudah melarang masuknya unggas dari luar pulau untuk mencegah beredarnya virus flu burung paska diperolehnya sertifikat bebas flu burung dari Kementerian Pertanian pada tahun 2010.
“Namun, dalam beberapa kali pemeriksaan, ditemukan beberapa unggas di pelabuhan-pelabuhan rakyat. Salah satu yang ternyata terinfeksi flu burung, kami temukan di Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya,” kata Hazairin.
Belum juga benang kusut virus flu burung diluruskan, budidaya uggas di Kalimantan Barat dikejutkan oleh masuknya 600 ekor DOC selundupan dari Malaysia. Bibit ayam selundupan itu ditemukan di sebuah kios penjualan bibit ayam dan perlengkapan peternakan di Pasar Puring, Kota Pontianak, Rabu (9/2/2011) lalu.
Sood (67), pemilik DOC selundupan itu mengaku membelinya dari Kuching, Negara Bagian Serawak, Malaysia Rp 5.000 per ekor dan hendak menjualnya Rp 6.000 per ekor.
“Saya pesan kepada pemilik, minta diantarka ke Pontianak, tetapi tidak tahu proses pengirimannya. Setahu saya, pesanan diangkut menggunakan truk bersama barang-barang lain,” ujar Sood.
Kepala Bidang Penindakan dan Pengawasan Balai Karantina Pertanian Kelas I Pontianak, Faisyal Noer, mengatakan, penyelundupan DOC itu dilakukan dengan rapi yakni diangkut bersama barang lain sehingga sulit terdeteksi petugas.
“Di Entikong, Kabupaten Sanggau sebetulnya kita memiliki pos karantina. Kalau barang bawaan berupa pertanian dan produk-produknya pasti diperiksa oleh petugas di sana,” kata Faisyal.
Ketua Umum Asosiasi Agribisnis Perunggasan Kalbar Bambang Mulyantono mengatakan, peternakan unggas menjadi salah satu kantong ekonomi di Kalbar. Setiap bulannya, sekitar 3,5 juta ekor unggas dipasok oleh peternak kepada konsumen.
“Namun, peternak belum bisa menjalankan usaha dengan tenang. Flu burung, DOC dan ayam selundupan masih menjadi kendala,” kata Bambang. (Agustinus Handoko|Ed. Yuli)
Sumber : Kompas [edited]