Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies
Monday, 25 December 2017
Fisherman Silhouette

Mensyukuri Kekayaan Nusantara

Sabtu, 9 Juni 2012

Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) pada hari rabu, 5 September 2012 menyelenggarakan seminar nasional dengan tema Konservasi dan Pemanfaatan Berkelanjutan Plasma Nutfah Satwa Nusantara. Dalam menyelenggarakan seminar ini AIPI bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Dalam kesempatan ini CIVAS mendapatkan kesempatan untuk dapat hadir dan ikut serta berdiskusi dalam seminar ini. Perwakilan dari CIVAS yang hadir adalah Albertus Teguh Muljono.

Dalam seminar ini, 7 pembicara dari berbagai institusi secara umum (yang sebagian besar adalah profesor di bidangnya) memaparkan situasi dan kondisi plasma nutfah Indonesia, baik itu di satwa liar maupun hewan domestikasi, terutama berkaitan dengan bibit ternak lokal indonesia seperti sapi dan ayam. Selain topik diatas, para presenter dokter hewan secara umum juga menambahkan informasi mengenai bioteknologi serta penyakit-penyakit emerging dan re-emerging diseases yang berpotensi mengancam eksistensi plasma nuffah indonesia.

Beberapa hal menarik disampaikan oleh para profesor kita diseminar ini, diantaranya adalah bahwa seperti yang sudah kita ketahui dari dahulu kala bahwa nusantara kita adalah salah satu negeri paling kaya di dunia. Kaya karena mempunyai sumber daya alam yang indah dan berlimpah. Dr Lily Projono dari LIPI bahkan menegaskan jika ada surga di didunia ini, maka Indonesia lah surga dunia itu.

Tetapi sayang kita hanya bisa berbangga tanpa mau berbuat apa-apa, bahkan cenderung tidak memeliharanya atau bahkan merusak. Para peneliti luar negeri sangat menyadari kekayaan alam indonesia dan dengan berbagai cara berusaha datang ke Indonesia untuk melakukan penelitian disini, sedangkan pemerintah indonesia sendiri belum sepenuhnya menyadari bahwa sangat penting untuk menjaga sumber daya alam kita ini sehingga, contohnya, dukungan untuk peneliti indonesia dalam mengeksplorasi dan mempelajari sumber daya alam nusantara masih sangat minim.

Namun ada satu inisiasi yang perlu didukung penuh yaitu dibangunnya National Histori Museum oleh LIPI sebagai tempat menyimpan dan mengabadikan kekayaan alam nusantara, sehingga seluruh manusia indonesia, terutama generasi muda, dapat terus belajar dan mengenali kekayaan alam nusantara ini.

Fakta miris lain yang terungkap dalam seminar ini adalah bahwa ternyata hingga saat ini Indonesia sama sekali tidak mempunyai program pembibitan ternak lokal, baik itu untuk sapi potong, sapi perah, maupun ayam. Prof Muladno dkk (Himpunan Ilmuwan Peternakan Indonesia) dalam makalahnya untuk seminar ini menyampaikan bahwa Indonesia memiliki sumber daya genetik ternak yang tidak ternilai harganya sebagai kekayaan bangsa dan bahkan dunia, namun potensi yang dimiliki tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal dan kurang diperhatikan dalam pengembangan bibitnya sehingga sebagian besar jenis dan rumpun ternak bermutu genetik rendah dan semakin memburuk dari waktu ke waktu. Selain itu, terdapat beberapa jenis ternak dalam status kritis yang sangat berpotensi mengalami kepunahan jika tidak ditangani secara serius.

Kemudian berkaitan dengan kondisi pembibitan tersebut, dan dalam hubungannya dengan program swadaya daging sapi yang sedang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia, Prof Kusuma (Komnas Sumber Daya Ternak Lokal) percaya bahwa Sapi Bali yang merupakan sapi lokal Indonesia dapat dikembangkan untuk mendukung program swadaya daging sapi tersebut, namun konsep penataan dan pengembangan sumber daya peternakan harus lah dibenahi terlebih dahulu.

Untuk itu, Prof Kusuma menekankan bahwa kita harus membedakan antara kebutuhan menjaga galur bibit lokal sebagai kekayaaan plasma nuftah indonesia dengan kebutuhan pemenuhan daging karena dua hal tersebut adalah hal yang berbeda dan masing-masing memerlukan strategi yang berbeda pula.

Dalam kesempatan ini Prof Kusuma juga mengingatkan kita untuk lebih cerdas dalam melihat kepentingan atau bantuan asing karena sudah pasti mereka lebih mengedepankan kepentingan negaranya. Beliau juga mengajak kita untuk tidak menggantungkan diri pada daging sapi sebagai sumber protein (yang selama ini sapi atau dagingnya sebagian besar diimport dari australia), namun terus menggali potensi sumber protein lainnya, baik protein nabati maupun hewani.
CIVAS sebagai salah satu organisasi non pemerintah yang memiliki misi dalam membentuk kesehatan hewan yang tangguh menyambut baik ajakan dan memberikan dukungan atas inisitatif pertemuan ini, bahwa kita seharusnya bersyukur diberi negeri yang kaya raya dengan cara menjaga, memelihara, dan memanfaatkan sumber daya yang ada dengan bijaksana. Karena manusia yang tidak bersyukur akan senantiasa menuai berbagai kesusahan dan bencana. Mari kita bersyukur. (Albert)