Usaha Pemotongan Unggas Siap Ditertibkan
JAKARTA, KOMPAS – Seiring dengan kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menutup 1.000 usaha pemotongan unggas untuk mengatasi penyebaran penyakit flu burung, para pemilik rumah potong unggas dan agen distributsi ayam potong di Jakarta menyatakan siap ditertibkan. Namun, dipastikan akan terjadi perumahan sebagian karyawan dan naiknya biaya operasional. “Kami akan menuruti kebijakan tersebut meski sebenarnya amat keberatan dan pasti merugi. Konsekuensi sentralisasi pemotongan unggas adalah meningkatnya biaya operasional. Dampaknya, kami terpaksa merumahkan sebagian karyawan dan menaikkan harga jual unggas potong,” kata Abudin Sutanto (53), salah satu agen dan pemilik rumah potong unggas khusus ayam broiler di Blok III Pasar Senen, Rabu (26/3).
Agen setingkat Abudin rata-rata memiliki 30-40 karyawan. Selama ini mereka mampu menekan biaya operasionalisasi karena kedekatan lokasi dengan pelanggan. Di Pasar Senen, sedikitnya terdapat delapan agen ayam potong. Dalam sehari, setiap agen mendistributsikan paling sedikit 1.500 ayam. Mereka memasok ke beberapa pasar lain, seperti Pasar Pluit, Pademangan, Pasar Baru, dan Karang Anyar, serta ke pedagang eceran.
Sugiarno (56), lelaki yang sudah berjualan ayam hidup selama belasan tahun di Pasar Cempaka Putih, Jakarta Pusat, menambahkan, ia juga akan kehilangan para pelanggannya. Pendapatannya pasti menurun atau bangkrut.
Abudin menambahkan, sentralisasi pemotongan unggas juga tidak akan efektif untuk memberantas flu burung jika pengawasan lalu lintas pasokan unggas dari daerah ke Jakarta tetap kurang memerhatikan kesehatan unggas. Posko pemeriksaan kesehatan unggas pun dinilai belum maksimal. “Seharusnya semua aspek diperhatikan, diawasi, dan ditindak. Dengan demikian, kesalahan tidak hanya dibebankan kepada agen atau pemilik rumah potong,” kata Abudin.
Sebelumnya, Pemprov DKI menargetkan pada tahun 2010 tidak ada lagi unggas pangan hidup yang dijual bebas di pasar-pasar tradisional. Kepala Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan (P2K) DKI Jakarta Edy Setiarto mengatakan, mulai tahun 2008 dilakukan program peniadaan hewan unggas hidup yang diperjualbelikan di wilayah DKI.
RPH Cakung siap
Berbeda dengan para agen, Direktur PD Darma Jaya Lilian Sari, selaku pengelola Rumah Potong Hewan (RPH) Cakung dan Pulo Gadung, mengatakan siap menampung pemotongan unggas. Setiap orang atau agen hanya akan dikenai biaya Rp 500 per ekor jika menggunakan RPH Cakung dan Pulo Gadung.
“Dengan biaya murah itu, mereka berhak atas fasilitas, antara lain, alat potong, tempat perawatan, dan kandang. RPH Cakung mampu menampung 100.000 ayam per hari, Pulo Gadung 40.000 ayam per hari, dan di tempat baru yang akan dibangun di Rawa Kepiting, Cakung, mampu menampung 75.000 ayam per hari,” kata Lilian Sari.
Namun, Lilian mengakui daya tampung RPH belum mencukupi kebutuhan unggas warga DKI. Khusus untuk konsumsi restoran cepat saji saja diperlukan 500.000-600.000 ayam per hari. Untuk itu, diperlukan bantuan setiap lurah dan ketua RT/RW untuk memantau dan mencegah pemotongan unggas di pemukiman. (NEL/ARN/*)
Sumber : Kompas