Selain itu kondisi kesehatan hewan juga menjadi persyaratan dalam memilih hewan yang akan dikurbankan. Harga yang murah dan kondisi tubuh hewan yang gemuk biasanya menjadi kriteria yang lebih diutamakan dalam memilih hewan kurban. Padahal hewan yang gemuk belum tentu sehat dan kita patut curiga apabila ada oknum yang menawarkan hewan kurban dengan harga miring karena biasanya ada sesuatu yang disembunyikan. Jika kita berkurban dengan hewan yang sakit, secara vertikal hal ini akan merusak pahala ibadah karena berkurban dengan hewan yang tidak layak, sedangkan secara horizontal kita juga akan berhadapan dengan hukum karena membagikan daging hewan yang mengandung bibit penyakit sehingga berpotensi menyebabkan orang yang mengkonsumsi daging kurban menjadi sakit.
Secara sederhana, hewan sehat dapat diartikan sebagai hewan yang tidak membawa bibit penyakit atau hewan yang tidak menderita suatu penyakit. Ada berbagai macam penyakit yang dapat menyerang hewan, baik yang tidak menular maupun penyakit hewan menular. Terkait dengan ibadah kurban, biasanya masyarakat diresahkan dengan keberadaan penyakit pada hewan yang dapat menular ke manusia atau sebaliknya yang dikenal dengan istilah penyakit zoonosis. Salah satunya adalah penyakit anthraks atau radang limpa. Kasus kematian satu keluarga di Babakan Madang, Kabupaten Bogor akibat mengkonsumsi daging kambing yang mengandung spora bakteri anthraks merupakan bukti nyata betapa berbahayanya penyakit tersebut.
Untuk menentukan apakah hewan kurban itu sakit atau sehat diperlukan serangkaian pemeriksaan klinis dan jika diperlukan dapat diikuti dengan pemeriksaan laboratorium untuk meneguhkan diagnosis penyakit hewan. Sebelum hewan kurban disembelih, dilakukan pemeriksaan yang dikenal dengan pemeriksaan ante mortem. Bersama dengan dokter hewan dan petugas terlatih lainnya, masyarakat setidaknya dapat ikut andil membantu dalam pemeriksaan ini. Beberapa hal yang dapat dijadikan panduan dalam memilih hewan kurban adalah sebagai berikut :
Pertama, menanyakan asal daerah hewan kurban yang akan dibeli. Kemudian memastikan bahwa hewan tersebut sudah diperiksa kesehatannya, baik di lokasi tempat penjualan ternak maupun di daerah asal ternak (lebih baik lagi apabila penjual hewan dapat memperlihatkan sertifikat/surat keterangan kesehatan hewan). Kita patut waspada terhadap hewan kurban yang berasal dari daerah endemis penyakit Anthraks misalnya Jawa Barat khususnya Bogor dan Purwakarta.
Kedua, tidak membeli kambing dalam karung artinya memilih dan melihat langsung hewan kurban yang akan dibeli untuk memastikan bahwa hewan tersebut berpenampilan baik, tidak ada cacat sehingga memenuhi syarat sebagai hewan kurban. Setiap organ tubuh hewan harap diperhatikan, mulai dari kepala, tanduk, telinga, badan, daerah kaki, daerah kemaluan, hingga ekor.
Ketiga, hanya membeli hewan kurban yang sehat dan tidak tergiur dengan harga yang murah. Hewan yang sehat umumnya memiliki penampilan (performance) fisik yang baik antara lain : (1) hewan mampu berdiri pada keempat kakinya dan dapat bergerak dengan baik, (2) tubuh hewan proporsional, tidak kurus dengan memperhatikan ada tidaknya penonjolan tulang rusuk dan tulang panggul, (3) tidak terdapat luka, keropeng, bisul, borok dan sejenisnya pada tubuh hewan, (4) apabila kulit ditarik/dijepit dengan dua jari kemudian dilepas akan cepat kembali ke posisi semula, (5) rambut hewan bersih, halus, tidak kasar dan berwarna cerah atau tidak kusam, (6) sorot mata cerah, tidak sayu, tidak ada kotoran dan tidak ada cacing pada kedua mata, (7) selaput hidung bagian luar terlihat basah, tidak kering, (8) rongga hidung bersih, tidak ada kotoran atau eksudat ingus bercampur nanah, (9) daerah sekitar mulut bersih, tidak ada keropeng atau kelainan kulit lainnya, (10) lubang telinga bersih, tidak ada kotoran, (11) daerah teracak/kuku bersih, tidak ada luka, lepuh dan sejenisnya, (12) daerah sekitar anus bersih, tidak ada sisa kotoran, (13) feses/kotoran hewan relatif padat/agak lembek, tidak encer dan tidak bercampur darah, (14) jika suhu tubuh hewan diukur dengan termometer, maka tidak lebih dari 40oC.
Keempat, disamping aspek fisik hewan, perilaku hewan juga dapat dijadikan indikator apakah hewan sehat atau tidak. Hewan yang sehat mempunyai nafsu makan yang baik, aktif bergerak, tidak lemas lesu, memberi respon ketika dipegang/ditarik/diraba, dan hewan tersebut tidak menyendiri/memisahkan diri dari kelompoknya.
Setelah dilakukan pemeriksaan secara fisik dan pengamatan terhadap perilaku hewan, bukan berarti hewan tersebut 100% sehat. Perlu diketahui bahwa banyak penyakit hewan yang tidak dapat dideteksi dari luar atau hewan tidak menunjukkan gejala penyakit. Oleh karena itu, selain pemeriksaan ante mortem yang dilakukan sebelum hewan dipotong/disembelih, diperlukan pula pemeriksaan setelah hewan dipotong/disembelih yaitu pemeriksaan post mortem. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap karkas/daging dan organ tubuh bagian dalam seperti paru-paru, jantung, limpa, ginjal dan sebagainya.
Selain berasal dari hewan yang sehat, daging kurban juga disyaratkan sebagai daging yang sehat yaitu daging sebagai makanan yang baik untuk kesehatan manusia. Disamping itu, daging kurban sudah seharusnya dibagikan secara utuh dalam arti tidak dikurangi atau dicampur dengan bahan lain. Jangan sampai daging kurban yang dibagikan bercampur dengan pasir/tanah akibat daging dipotong-potong di atas tanah tidak menggunakan alas. Selanjutnya, karena daging merupakan bahan makanan yang mudah rusak (perishable food), maka daging seharusnya setelah dipotong-potong segera dikemas dengan baik misalnya menggunakan plastik untuk menghindari banyaknya tercemar kuman akibat sentuhan tangan. Setelah dikemas sebaiknya daging kurban segera dibagikan untuk segera dimasak untuk menghindari pembusukan daging.
Adapun apabila jeroan/organ dalam seperti usus, hati, jantung, dan lain-lain juga akan dibagikan bersama dengan daging kurban, seharusnya daging dan jeroan tidak disatukan dalam satu kemasan melainkan dipisah sehingga menjadi dua plastik kemasan yang berbeda yaitu satu plastik untuk daging dan satu plastik lainnya untuk jeroan. Tindakan ini berguna untuk menghindari agar daging yang merupakan bahan makanan bersih tidak bercampur dengan jeroan yang sudah tercemar kotoran. Hal ini penting untuk menjaga kualitas daging dan menghindari pembusukan daging akibat mikroorganisme yang banyak terdapat pada jeroan sehingga daging kurban tidak hanya halal tetapi juga layak (thoyyib) untuk dikonsumsi oleh manusia.
Ibadah kurban hendaknya dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan rasa tanggung jawab. Bentuk tanggung jawab tersebut berupa kesadaran dan dukungan penuh untuk berkurban dengan hanya menyembelih hewan kurban yang sehat serta hanya membagikan daging kurban yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (daging ASUH) kepada mereka yang berhak menerimanya. Dengan demikian, untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, sudah seharusnya kita betul-betul memilih dan memperhatikan hewan yang akan dikurbankan sehingga ibadah kita akan bernilai pahala dan membawa berkah, bukan sebaliknya pahala ibadah kurban menjadi rusak pahalanya karena menyebabkan orang menjadi sakit bahkan mengalami kematian akibat mengkonsumsi daging kurban yang berasal dari hewan sakit. Selamat menunaikan ibadah kurban, semoga ibadah kurban tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya. Amin.
Gusti Muhammad Sofyannoor, DVM
Staf Dinas Pertanian dan Peternakan
Kabupaten Kotawaringin Barat
Provinsi Kalimantan Tengah