kamis, 20 Maret 2014      Login | Register

Dialog Publik: RPA Sesuai Standar dan Menguntungkan, Seperti Apa?

Rantai distribusi unggas dan produknya di Indonesia memperlihatkan beberapa titik kritis dalam penyebaran virus Avian influenza (AI). Tempat yang menjadi salah satu titik kritis penyebaran virus AI adalah rumah pemotongan ayam (RPA). Sebagian besar RPA yang ada di Indonesia tidak memenuhi standar RPA. Disisi lain sebagian besar para pelaku perunggasan kurang tertarik untuk mendirikan RPA yang sesuai standar karena masih melihat bahwa pendirian RPA sesuai standar memerlukan biaya yang sangat besar dan tidak menguntungkan.
Melihat kondisi ini maka Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS) bekerjasama dengan majalah TROBOS mengadakan diskusi publik dengan tema “RPA Sesuai Standar dan Menguntungkan, Seperti Apa?”. Kegiatan ini diadakan pada tanggal 2 Juli 2008 di Jakarta Convention Center bersamaan dengan pelaksanaan Indo Livestock Expo & Forum 2008.
Diskusi publik ini menghadirkan Dr. Bayu Krisnamurthi (Komnas FBPI), drh. Edy Setiarto, MS (Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta), Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi (Akademisi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB), dan Ir. Nooranto (Praktisi RPA). Dalam diskusi ini dibahas berbagai hal berkaitan dengan RPA, mulai dari kebijakan pemerintah terkait RPA, peran RPA dalam pengendalian virus AI dan penyakit ayam lainnya, standar dan kelayakan rumah pemotongan unggas (RPU),  dan bisnis RPA.
Dalam paparannya Dr. Bayu Krisnamurthi mengatakan bahwa pembuatan RPA sesuai standar harus dilakukan. Mengingat saat ini banyak tempat pemotongan ayam di rumah-rumah yang tidak memenuhi standar nasional dan berisiko besar dalam penyebaran penyakit. Untuk itu RPA harus direstrukturisasi. Menanggapi mengenai kebijakan pemerintah dalam restrukturisasi perunggasan maka drh. Edy Setiarto  menyampaikan bahwa RPA yang sesuai standar merupakan solusi bagi restrukturiasasi perunggasan. Restrukturiasi RPA menjadi salah satu kebijakan yang diambil oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta dalam upaya mengendalikan penyebaran virus AI di DKI Jakarta. Saat ini tempat pemotongan ayam di Jakarta tersebar diseluruh wilayah Jakarta. Maka dalam restrukturisasi RPA pihak pemerintah provinsi DKI Jakarta akan melakukan relokasi tempat RPA secara bertahap dan dijadwalkan sampai tanggal 24 April 2010 di Jakarta hanya akan ada 5 lokasi RPA.
Dr. Denny Widaya Lukman meyampaikan bahwa RPU merupakan critical point dalam penyediaan daging unggas. Jika RPU yang ada tidak memenuhi persyaratan higiene dan sanitasi maka kondisi ini berisiko menghasilkan karkas/daging yang kurang ASUH, pencemaran lingkungan, dan gangguan kesehatan masyarakat (di daerah padat penduduk). Untuk mewujudkan terbentuknya RPU yang sesuai standar maka diperlukan peran dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, asosiasi/pengusaha dan juga konsumen.
Sementara Ir. Nooranto selaku praktisi RPA menjelaskan bahwa pandangan sebagian besar pelaku perunggasan terhadap usaha RPA yang sesuai standar dinilai tidak tepat. Selama ini para pelaku perunggasan menilai bahwa usaha RPA yang sesuai standar memerlukan investasi tinggi dan tidak menguntungkan. Nooranto memaparkan dengan perhitungan bisnis yang telah dilakukan ternyata dapat disimpulkan bahwa usaha RPA yang sesuai standar tidak memerlukan investasi yang tinggi, harga bisa bersaing dengan pemotongan tradisional dan usaha ini tentu menguntungkan.
Kegiatan yang dihadiri berbagai pihak mulai dari pemerintah, peternak, swasta, dan stakeholders lainnya menghasilkan beberapa poin penting sebagai berikut; restrukturisasi RPA menjadi bagian dari restrukturisasi perunggasan yang menjadi bagian dari kebijakan pengendalian AI, adanya standar nasional RPA yang mencakup pengembangan RPA skala kecil, perlu peran serta segenap stakeholder salam restrukturisasi RPA dan usaha RPA merupakan usaha yang menguntungkan untuk itu para pelaku perunggasan didorong untuk mengembangkan RPA yang sesuai standar.