Vets for a Better Life
Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies
Friday, 29 March 2024
anthrax
Ilustrasi

Penanganan Antraks Harus Menyeluruh

Jumat, 17 Januari 2020

Yogyakarta – Bakteri antraks dilaporkan kembali muncul di Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta. Penanganan kasus itu perlu dilakukan menyeluruh. Tidak hanya memastikan agar bakteri tidak terpapar kepada manusia, tetapi juga membatasi peredaran ternak agar penyakit tidak menyebar luas.

“Harus dipastikan upaya penanggulangan antraks di Kabupaten Gunung Kidul dilakukan secara komprehensif. Bukan hanya dari aspek kesehatan manusia, tetapi juga tentang kesehatan hewan dalam artian yang utuh,” kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono, di Rumah Dinas Bupati Gunung Kidul, DIY, Jumat (17/1).

Pertama kali bakteri antraks muncul di Dusun Grogol IV, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Gunung Kidul, pada 2019. Waktu itu, lima ekor sapi dilaporkan mati mendadak. Antibiotik dan vaksin langsung diberikan kepada hewan ternak lain di desa itu guna mencegah paparan bakteri tersebut. Antibiotik turut diberikan kepada warga yang tinggal di sana. Peredaran ternak pun dibatasi agar bakteri tak menyebar (24/5/2019).

Dinas Pertanian dan Pangan Gunung Kidul mulai menerima laporan tentang matinya ternak pada Desember 2019. Hingga 16 Januari 2020, sebanyak 21 sapi dan 16 kambing yang dilaporkan mati di daerah tersebut. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2 sapi dan 2 kambing positif antraks, di Dusun Ngrejek Wetan, Desa Gombong, Kecamatan Ponjong.

Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Gunung Kidul Bambang Wisnu Broto menyampaikan, langkah yang selanjutnya dilakukan yaitu mengisolasi lalu lintas ternak dari desa tersebut. Lokasi penyembelihan juga disiram disinfektan agar bakteri terlokalisasi dan hilang dari daerah itu.

Namun, diperoleh informasi, daging ternak yang dinyatakan positif antraks itu ada yang dikonsumsi warga sekitar. Daging itu disembelih dan dijual dengan harga yang lebih murah.

Dinas Kesehatan Gunung Kidul pun turun tangan. Warga sekitar yang diketahui berinteraksi dengan ternak positif antraks itu diperiksa. Interaksi itu baik berupa melakukan penyembelihan maupun mengonsumsi daging tersebut. Terdapat sekitar 600 orang yang diperiksa. Mereka diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi akibat bakteri tersebut.

Kepala Dinas Kesehatan Gunung Kidul Dewi Irawati menyampaikan, pihaknya juga mengambil sampel dari orang-orang yang mengalami keluhan. Keluhan ini berkaitan dengan gejala klinis dari penyakit yang disebabkan bakteri antraks. Gejala tersebut berupa luka bernanah disertai menghitamnya bagian tengah luka, gangguan pernapasan, dan gangguan pencernaan.

“Kami mengambil 54 sampel serum darah. Dari jumlah itu, sebanyak 27 sampel serum darah dinyatakan positif antraks. Sisanya negatif. Itu dari dusun yang sama sehingga ini memang terlokalisasi,” kata Dewi.

Dari jumlah itu, sebanyak 12 orang sempat dirawat lebih lanjut di rumah sakit. Sebanyak 6 orang dirawat inap, sedangkan 6 orang lainnya melakukan rawat jalan. Sebagian besar gejala antraks yang terlihat berupa infeksi pada kulit.

Ada satu orang yang meninggal dalam perawatan. Namun, setelah ditelusuri, warga itu meninggal akibat meningitis, bukan karena bakteri antraks. Saat ini, warga lain yang menjalani perawatan telah membaik kondisinya dan kembali ke rumah.

“Kami juga melakukan pengawasan selama 120 hari sejak laporan pertama Desember 2019. Terdapat pos di puskesmas yang siap memantau kondisi masyarakat. Pemantauan dilakukan secara aktif untuk melihat perkembangan yang terjadi di sana seperti apa,” kata Dewi.

Terkait hal itu, Anung menyatakan, kondisi itu sempat disebut sebagai kejadian luar biasa karena banyaknya laporantentang pasien terduga antraks. Tetapi, status itu hanya berlangsung singkat, yakni, dari 28 Desember 2019-6 Januari 2020. Setelah itu, tidak ada lagi laporan baru tentang pasien terduga antraks.

Selain itu, Anung menyampaikan, belum banyak dokter yang benar-benar memahami penyakit akibat bakteri antraks. Terlebih lagi, jika daerah dari tempat dokter itu bekerja belum pernah ada temuan bakteri tersebut.

“Kami langsung merespons. Dalam satu atau dua minggu ke depan, akan ada pelatihan untuk tenaga kesehatan tentang bagaimana melihat dan mendiagnosa antraks. Ada kerawanan-kerawanan tertentu yang harus kita perhatikan untuk bakteri antraks ini,” ujar Anung.

Anung menambahkan, pihaknya tidak hanya berfokus mengawasi bakteri antraks di Gunung Kidul. Daerah sekitar yang mengelilingi kabupaten tersebut, yakni Jawa Tengah dan Jawa Timur, juga diingatkan untuk mengawasi lalu lintas ternak. Sebab, dalam beberapa tahun terakhir, terdapat laporan temuan bakteri itu di wilayah tersebut.

Bambang menuturkan, pihaknya telah memetakan zona rawan persebaran bakteri antraks. Pengawasan dilakukan dalam radius 5 kilometer dari tempat temuan bakteri antraks pertama. Penyuntikan antibiotik dan vaksinasi dilakukan terhadap hewan ternak di sekitar desa tersebut. Hewan yang belum divaksinasi tidak boleh keluar dari areanya. (Nino Citra Anugrahanto | Mohamad Final Daeng)

 

Sumber: Harian Kompas

Tinggalkan Balasan

Anda harus masuk log untuk mengirim sebuah komentar.

Penanganan Antraks Harus Menyeluruh

by Civas time to read: 3 min
0