Pendampingan Relokasi Tempat Penampungan Unggas Pangan di 5 (lima) Wilayah DKI Jakarta Tahun 2014
Jumat, 29 Agustus 2014
This post is also available in: English
Oleh: Erianto Nugroho
Dalam rangka penyediaan kebutuhan daging unggas, banyak unggas datang dari berbagai daerah masuk ke wilayah DKI Jakarta setiap harinya. Besarnya potensi bisnis perunggasan yang dimiliki oleh wilayah DKI Jakarta dan tingginya nilai ekonomi dan sosial dalam lingkup bisnis tersebut semakin mendukung berkembangnya usaha-usaha di bidang penampungan dan pemotongan unggas serta rantai penyediaan produk unggas. Aktifitas di TPnU dan TPU secara khusus merupakan aktifitas yang berisiko terhadap kejadian penularan flu burung (AI), baik antar-unggas maupun unggas-manusia. Hasil studi CIVAS menunjukkan bahwa 84,6% TPnU terinfeksi virus flu burung (CIVAS, 2008a). Kasus AI pada manusia di Indonesia secara total sejak tahun 2005 – 2014 telah menelan korban jiwa sebanyak 163 orang dari 195 kasus dengan Case Fatality Rate 83,59% (WHO, 2014). Jumlah ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah kematian akibat AI tertinggi di dunia. Dalam usaha untuk mengantisipasi penyebaran AI dan memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat DKI Jakarta, Pemerintah Daerah (Pemda) telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta No. 4 Tahun 2007 tentang Pengendalian Pemeliharaan dan Peredaran Unggas. Maksud dan tujuan dilaksanakannya studi ini adalah untuk mengetahui karakteristik dan kesediaan pelaku usaha penampungan dan pemotongan di DKI Jakarta dalam mendukung program relokasi pasar unggas.
Studi ini dilakukan di 5 (lima) wilayah Kota Administrasi Provinsi DKI Jakarta selama periode Juli – November 2013. Pengumpulan data dilakukan dengan survei, observasi lapangan, dan diskusi. Jenis data yang dikumpulkan berupa karakteristik usaha TPnU dan TPU yang meliputi sistem pengelolaan, alur keluar masuk unggas, sistem distribusi, keinginan melanjutkan usaha dan kesediaan dalam mendukung implementasi Perda No. 4 Tahun 2007.
Hasil studi, secara umum memperlihatkan bahwa semua usaha penampungan (100%) dan sebagian besar usaha pemotongan (93,8%) merupakan mata pencaharian utama. Sebanyak 67,48% (TPnU) dan 65,95% (TPU) sudah berusaha lebih dari 10 tahun. Namun demikian usaha tersebut merupakan usaha individu yang tidak berbadan hukum dan tidak memiliki izin usaha yang legal. Seluruh TPnU dan TPU yang disampel tidak memiliki sistem penanganan limbah padat maupun cair.
Jenis unggas yang berada di TPnU dan TPU adalah ayam broiler (63,41% dan 87,51%), ayam kampung (18,70% dan 7,41%), bebek (9,77% dan 3,57%), ayam layer afkir (4,49% dan 1,29%) serta ayam parent stock (3,63% dan 0,23%). Unggas di TPnU dan TPU berasal dari Jakarta (7,26% dan 62,18%), Bodetabek (26,17% dan 26,60%), Jabar-Banten (52,79% dan 0), Jateng-Jatim (8,32% dan 9,61%), dan Sumatera (5,46% dan 1,60%).
Berdasarkan studi ini, pelaku usaha sudah mengetahui tentang flu burung (TPnU 93,49% dan TPU 96,94%), selain itu sebagian besar pengusaha TPnU masih berkeinginan untuk melanjutkan usaha (118 TPnU atau 95,93%), sedangkan 5 (4,06%) TPnU tidak bersedia melanjutkan usaha. Dari 118 TPnU tersebut, sebanyak 53 (44,91%) TPnU sudah berada di lokasi relokasi yaitu Pulogadung dan Rawa Kepiting dan sebanyak 65 (51,02%) TPnU masih berada di luar lokasi relokasi atau di tempat yang lama. Dari 65 TPnU yang masih berada di luar lokasi relokasi, sebanyak 36 (55,38%) pelaku usaha TPnU bersedia pindah ke wilayah yang telah ditentukan yaitu Rawa Kepiting, Pulo Gadung, Lokasi Binaan Kalideres. Sebanyak 14 (21,54%) TPnU bersedia untuk pindah tanpa syarat, 22 (33,85%) TPnU mengajukan syarat tertentu untuk pindah dan 29 (44,61%) TPnU menolak untuk pindah ke tempat relokasi yang ada dan memilih bertahan di lokasi saat ini.
Masih banyak unggas hidup yang ditampung dan dipotong di pemukiman padat penduduk di wilayah DKI Jakarta meskipun sebagian besar pelaku usaha mengetahui mengenai flu burung dan cara penularannya. Kondisi yang menunjukkan belum tercapainya implementasi Perda Provinsi DKI Jakarta No. 4 Tahun 2007 disebabkan adanya kesenjangan antara rencana atau program yang telah ditetapkan oleh pemerintah dengan kondisi di lapangan yang dipengaruhi oleh berbagai aspek terutama aspek ekonomi, sosial dan penegakan hukum.
Rencana penerapan tindakan lanjut beserta strategi-strategi yang akan digunakan perlu dibuat dan dilaksanakan dengan segera melalui sebuah workplan yang jelas, dengan mempertimbangkan masing-masing kelompok sasaran, target waktu dan pembiayaannya, serta peran aktif dari pemerintah sebagai penanggung jawab utama terimplementeasinya Perda Provinsi DKI Jakarta No.4 Tahun 2007 untuk melakukan pembinaan, evaluasi dan pengawasan.