Vets for a Better Life
Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies
Thursday, 28 March 2024

Wawancara drh. Tri Satya Putri Naipospos, M.Phil, Ph.D., FAO of The United Nation / CIVAS

Rabu, 20 Januari 2010

This post is also available in: English

Industri Ternak Pengaruhi Pemanasan Global
Pemanasan global, perubahan iklim, dan efek rumah kaca, adalah kata-kata yang kerap kita dengar beberapa tahun terakhir. Kesemuanya itu memang tengah kita rasakan saat ini. Ternyata industri peternakan turut menyumbang euforia pemanasan global, perubahan iklim, dan efek rumah kaca. Mengapa demikian? Untuk mengulasnya Hutami Pudya dari Jurnal Bogor berkesempatan berbincang dengan drh. Tri Satya Putri Naipospos, M.Phil, Ph.D., FAO of The United Nation/ Center for Indonesia Veterinary Analytical Studies (CIVAS). Berikut penuturannya.

Apakah perubahan iklim dapat memunculkan berbagai penyakit hewan?
Organisasi Kesehatan Hewab Dunia (OIE) dalam Sidang Tahunannya yang ke-77 tahun 2009 menyatakan sebagai akibat dari globalisasi dan perubahan iklim, dunia menghadapi munculnya penyakit-penyakit hewan yang baru muncul dan yang muncul kembali (emerging and reemerging animal diseases). Merebaknya penyakit-penyakit pada beberapa hewan domestik maupun hewan liar belakangan ini, seperti blue tongue, Rift Valley, West Nile, avian influenza atau juga penyakit-penyakit yang disebarkan oleh vektor diyakini berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan perubahan iklim.

Apakah Indonesia merupakan negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim?
Indonesia sebagai negara kepulauan di wilayah tropis merupakan negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim. Meskipun kita belum banyak memiliki data yang komprehensif tentang dampak perubahan iklim terhadap penyakit hewan di Indonesia, akan tetapi isu ini sudah menjadi isu global yang tidak dapat diabaikan begitu saja.

Benarkah Indonesia masih terus memiliki permasalahan penyakit hewan menular dan zoonosis?
Secara geografis, negara kita memiliki berbagai habitat mulai dari dataran rendah, hutan, padang rumput dan perbukitan, serta lautan yang begitu luas. Keragaman habitat ini mendukung kekayaan flora dan fauna yang begitu besar. Indonesia memiliki 10 persen dari tumbuh-tumbuhan bunga dunia, 12 persen mamalia dunia, 16 persen reptilia dan amphibia dunia, 17 persen dari keseluruhan jenis burung-burung serta lebih dari 25 perseb ikan laut dan ikan air tawar dunia. Indonesia juga memiliki jumlah terbesar spesies yang dilindungi di dunia. Pada kenyataannya, Indonesia masih terus memiliki permasalahan penyakit hewan menular dan zoonosis seperti avian influenza, brucellosis, rabies, anthrax dan berbagai penyakit yang ditularkan melalui vektor (seperti trypanosomiasis, anaplasmosis, babesiosis) dan penyakit parasit lainnya (seperti fascioliasis, haemonchiasis, cysticercosis)

Apakah benar sektor peternakan mondorong terjadinya perubahan lingkungan global?
Menurut dokumen yang dikeluarkan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) tahun 2006 berjudul Livestock’s Long Shadow yang menekankan peranan sektor peternakan dalam mendorong terjadinya perubahan lingkungan global. Laporan yang cukup memberikan gambaran rinci tentang keterkaitan antara perubahan iklim dengan sektor peternakan, meskipun tidak memfokuskan kepada dampak perubahan iklim terhadap penyakit hewan.

Berapa persen emisi gas rumah kaca yang dihasilkan industri peternakan jika dibandingkan dengan lainnya?
Menurut dokumen tersebut, industri peternakan adalah penghasil emisi gas rumah kaca terbesar yakni mencapai 18 persen, dibandingkan dengan gabungan emisi rumah kaca seluruh transportasi di seluruh dunia yang mencapai 13 persen. Seperti diketahui, beberapa jenis gas rumah kaca bertanggung jawab langsung terhadap pemanasan global yang dialami dunia. Sektor peternakan telah menyumbang 9 persen karbondioksida, 37 persen gas metan, 65 persen dinitrogen oksidan dan 64 persen ammonia. Sektor ini juga dianggap telah menjadi penyebab utama kerusakan tanah dan polusi air.

Seberapa penting negara kita yang notabene keberadaan industri peternakannya yang masih belum berkembang harus melakukan dorongan untuk melakukan penelitian terhadap dampak sektor peternakan terhadap lingkungan dan ekosistem?
Meskipun keberadaan industri peternakan di Indonesia yang masih belum berkembang sebagaimana halnya di negara-negara maju, akan tetapi dorongan untuk melakukan penelitian terhadap dampak sektor peternakan terhadap lingkungan dan ekosistem sudah saatnya dilakukan. Para ahli di Indonesia perlu mempelajari seberapa jauh besarnya emisi gas dari masing-masing tahapan proses produksi ternak seperti pembuatan pakan ternak, sistem pencernaan hewan, serta pengolahan dan pengangkutan daging hewan ke konsumen.

Bagaimana mengidentifikasi keterkaitan antara iklim dan penyakit?
Keterkaitan antara iklim dan penyakit relatif mudah untuk diidentifikasi. Dinamika penularan dan penyebaran geografis sebagian besar penyakit-penyakit yang ditularkan melalui insekta dan rodensia sangat sensitif terhadap iklim. Kebanyakan penyakit yang ditularkan melalui vektor mencakup spesies anthropoda seperti nyamuk, lalat, caplak atau kutu. Sebagian siklus hidup dari agen patogen berada dalam tubuh anthropoda yang mudah dipengaruhi perubahan lingkungan. Perubahan cuaca dan iklim yang dapat mempengaruhi penyakit-penyakit yang ditularkan melalui vektor meliputi temperatur, curah hujan, angin, banjir besar atau kekeringan dan kenaikan permukaan air laut.

Apa kosekuensi yang harus diterima dari perubahan iklim?
Konsekuensi dari perubahan iklim baik dalam bentuk pemanasan global maupun bentuk-bentuk perubahan iklim lainnya akan bervariasi bergantung kepada cara-cara bagaimana rancangan lingkungan geografis bereaksi terhadap kenaikan ataupun penurunan temperatur, kelembaban, curah hujan, lapisan salju dan lain sebagainya. Mengingat pengaruh perubahan tersebut terhadap sistem biologik, maka akan selalu terjadi dampak terhadap penularan agen patogen.

Bagaimana langkah ke depannya?
Secara umum diperlukan peningkatan pemahaman tentang kompleksitas sistem dan peningkatan kepentingan pola fikir dan rencana jangka panjang tentang bagaimana menangani dampak perubahan iklim terhadap penyakit hewan bagi negara berkembang seperti Indonesia. Keperluan ini menunjukkan bahwa tinjauan atau pendekatan ke masa depan harus dicakup sepenuhnya oleh para pengambil kebijakan di bidang kesehatan hewan. Pendekatan semacam ini akan membantu pemerintah Indonesia untuk membangun kerangka dan sistem kebijakan yang dirancang untuk mengantisipasi, mencegah dan mengendalikan penyakit-penyakit yang baru muncul dan yang muncul kembali.

Sumber : Jurnal Bogor (http://www.jurnalbogor.com/?p=76843)

Tinggalkan Balasan

Anda harus masuk log untuk mengirim sebuah komentar.

Wawancara drh. Tri Satya Putri Naipospos, M.Phil, Ph.D., FAO of The United Nation / CIVAS

by boghen time to read: 3 min
0